Reborn GSEP

Itulah yang disimpulkan dan dikumandangkan pada akhir pertemuan: Reborn GSEP, Lahir Kembali Gerakan Sosial Ekonomi Pancasila! Pertemuan ASEC Indonesia dengan Bina Swadaya itu diadakan pada 29 Mei 2018 di Kebun Trubus Cimanggis, dalam rangka menyongsong Hari Lahir Pancasila yang ke-73 pada 1 Juni 2018. Dalam pertemuan tersebut ingin disusun Indeks Ekonomi Pancasila (IEP) yang akan dipersembahkan kepada BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dan masyarakat luas sebagai alat pengukur derajat pelaksanaan sistem ekonomi berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Disadari bahwa menyusun IEP akan memakan waktu beberapa lama, maka para peserta pertemuan yang adalah praktisi pemberdayaan sosial ekonomi rakyat, sekaligus ingin melakukannya dalam rangka menghidupkan kembali gerakan sosial ekonomi Pancasila.

Dalam diskusi diinformasikan bahwa pernah berkembang Gerakan Sosial Ekonomi Pancasila (GSEP) dan Bina Swadaya adalah bagian dan kelanjutan dari GSEP tersebut. Dimulai 1954 GSEP berkembang meliputi bidang-bidang perburuhan, pertanian, kenelayanan, pengusaha dan kesehatan, masing-masing berupa organisasi otonom. Mula-mula didirikan Ikatan Buruh Pancasila (1954) yang kemudian mendapat dukungan dari Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia (KUKSI), berlanjut dengan berdirinya Ikatan Petani Pancasila (1958), Ikatan Usahawan Pancasila (1962), Ikatan Paramedis Pancasila (1963) dan Ikatan Nelayan Pancasila (1964). Kemudian seturut kebijakan Pemerintah Orde Baru, pada tahun 1973 organisasi-organisasi Pancasila tersebut melebur dalam organisasi-organisasi bentukan baru: Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) hasil peleburan organisasi-organisasi buruh yang ada, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) hasil peleburan 15 organisasi tani, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) hasil peleburan organisasi-organisasi nelayan, dan lain-lain.

Apa yang mendorong terbentuknya organisasi-organisasi sosial ekonomi yang berasaskan nilai-nilai Pancasila itu? Mereka berusaha menjawab pertanyaan for whom the bell tolled (untuk siapa genta proklamasi berbunyi)? Sekitar 10 tahun Indonesia merdeka, seolah tidak ada perhatian Pemerintah kepada masyarakat banyak yang miskin dan terbelakang. Senyatanya, memang Pemerintah dihadapkan sejumlah masalah berat, antara lain upaya mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda, menjaga keutuhan NKRI dari rongrongan separatisme, membangun sistem pemerintahan, menjamin keamanan dalam negeri, dan berkontribusi pada perdamaian dunia. Semuanya dilakukan dengan sarana seadanya. Tantangan-tantangan tersebut seolah menghabiskan energi Pemerintah sehingga kurang dapat berkonsentrasi memperhatikan rakyat banyak yang miskin dan terbelakang.

Para pendiri GSEP merasa terpanggil untuk berpartisipasi, bukan dengan menuntut Pemerintah agar menyusun dan melakukan program bantuan penguatan penduduk miskin, melainkan dengan berusaha menggalang potensi masyarakat miskin dengan membentuk kelembagaan mandiri, melatih dan mendampingi mereka agar mampu mengatasi masalah sendiri secara bersama. Ikatan Petani Pancasila yang adalah pendiri Bina Swadaya, mengembangkan 5 program pemberdayaan petani: 1. intensifikasi pertanian, 2. ekstensifikasi pertanian (transmigrasi swadaya), 3. pedidikan dan pelatihan pertanian, 4. pengolahan produksi dan pemasaran, dan 5. pembelaan bagi petani dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-undang Bagi Hasil (UUBH).

Kelima program tersebut dilaksanakan melalui tiga pendekatan. Pertama, mengembangkan partisipasi masyarakat dengan membentuk kelompok-kelompok usaha bersama (KUB), sekarang lebih dikenal dengan kelompok swadaya masyarakat (KSM). Kedua, menyelenggarakan proyek-proyek pemberdayaan bekerja sama dengan pihak ketiga. Ketiga, penggalangan organisasi massa tani. Pengalaman dan pelajaran yang diperoleh dari penyelenggaraan program-program tersebut dijadikan bahan dialog dengan Pemerintah setempat dan pusat untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang perlu bagi pengembangan lebih lanjut.

Pada 1973 Ikatan Petani Pancasila (IPP) bersama 14 Ormas Tani lain melebur dalam Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), roh IPP merasuk ke Bina Swadaya yang didirikan IPP pada 1967, mulanya dengan nama Yayasan Sosial Tani Membangun (YSTM). Kalau IPP adalah membership based organization, maka Bina Swadaya adalah nonmembership based organization. Bina Swadaya yang awalnya dikenal sebagai lembaga pengembangan swadaya masyarakat (LPSM) atau facilitating institution, yang didirikan untuk memfasilitasi KUB atau KSM yang didirikan untuk menolong diri sendiri.

Awalnya, Bina Swadaya dikenal sebagai lembaga pengembangan sosial ekonomi yaitu lembaga pemberdayaan yang bersifat filantropis, sejak 1999 Bina Swadaya bertransformasi sebagai lembaga pemberdayaan yang bersifat wirausaha sosial, karena hampir semua kegiatannya dilaksanakan oleh badan hukum PT. Untuk mewujudkan visi dan misi meningkatkan keberdayaan masyarakat, Bina Swadaya mengelola berbagai program, antara lain: 1. membentuk dan mengembangkan kelembagaan masyarakat mandiri, 2. membentuk dan mengelola lembaga keuangan Bank dan nonBank, 3. mendorong peningkatan produksi dan mengelola toko pertanian, 4. mengelola berbagai program pelatihan kemandirian, dan 5. mendirikan dan mengelola badan-badan penerbit majalah dan buku serta berbagai kegiatan komunikasi pembangunan lain.

Program-program yang dikembangkan dan dikelola sendiri oleh Bina Swadaya tersebut berdampak pada peningkatan keberdayaan individu dan masyarakat setempat. Selanjutnya, untuk meningkatkan dampak keberdayaan lebih luas, Bina Swadaya mengembangan jaringan kerja sama dengan berbagai lembaga pemerintah, swasta, universitas, dan filantropi di dalam dan di luar negeri. Dampaknya bukan hanya individual dan masyarakat setempat, melainkan di tingkat kewilayahan dan nasional. Tercatat sekitar 1 juta KSM telah dikembangkan dengan anggota sekita 25 juta keluarga.

Lebih lanjut, karena pemberdayaan masyarakat tidak hanya perlu diwujudkan melalui berbagai kegiatan di lapangan, tetapi perlu juga terumuskanya kebijakan pembangunan yang baik. Maka Bina Swadaya memperjuangkan kebijakan pembangunan inklusif, bergabung dengan berbagai gerakan secara nasional, regional dan global, termasuk gerakan global Social Solidarity Economy yang di Indonesia terorganisasi dalam ASEC Indonesia. Dalam rangka ini telah tersusun konsep Gerakan Pemberdaya Masyarakat Berkelanjutan dengan Universitas sebagai Integrator sosial, dan Gerakan Restorasi Desa yang melibatkan masyarakat warga desa, Pemerintah Desa dan Kabupaten, LSM dan Swasta.

Dalam rangka mensosialisasikan BPIP di acara Kick Andy (4 Agustus 2017) saya diundang karena pernah menjadi Ketua Umum Ikatan Petani Pancasila (1965—1973). Pertanyaan yang dilontarkan kepada saya: mengapa Pancasila, nama dari organisasi tani itu? Saya menjawab, mengapa tidak? Karena organisasi tani itu didirikan bukan untuk pemeluk agama tertentu dan bukan untuk suku bangsa tertentu, melainkan untuk semua warga tani seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Sementara itu, dalam rangka memperingati Proklamasi Kemerdekaan yang ke-72, telah dipilih 72 Ikon Berprestasi Indonesia, kemudian dalam acara penyerahan penghargaan (21 Agustus 2017) kepada saya ditanyakan: Bina Swadaya itu bergerak berdasarkan Sila ke berapa dari Pancasila? Saya menjawab: semua Sila dari Pancasila! Kegiatan kami utamanya adalah untuk pemberdayaan masyarakat miskin dan terpinggirkan, atas kemauan kami sendiri tidak ada yang menyuruh, tetapi atas dorongan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab (Sila 2), yang tentunya berakar iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sila 1). Sedangkan yang kami upayakan adalah terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (Sila 5), dengan cara mengajak warga masyarakat untuk berembug (musyawarah) membentuk kelembagaan yang memungkinkan proses silih asah, silih asih, silih asuh (Sila 4). Proses itu akan membangun persatuan rakyat di tingkat lokal yang kemudian berjenjang ke tingkat wilayah dan nasional (Sila 3).

Bagaimana GSEP ke depan? Tentunya berbeda dengan yang terjadi di era 1950-an dan 1960-an seperti diceritakan di atas. Organisasi-organisasi Pancasila tidak ada, tetapi banyak anak muda yang dengan bebas mengambil inisiatif melakukan kegiatan-kegiatan di bidang sosial ekonomi dengan sangat kreatif. Banyak dari mereka yang melakukannya dengan pendekatan kewirausahaan sosial dan memanfaatkan teknologi yang semakin berkembang. Yang akan sangat diperlukan adalah networking yang efektif. BPIP pun akan membuka diri dan pro aktif ikut memfasilitasi. Maju terus GSEP, Mandiri dalam Kebersamaan.

Nawala Bisma – INFO Juni 2018