- April 8, 2021
- Posted by: AstriSO93
- Categories: Artikel, Catatan
Ada 3 hari penting diperingati sebagai moment perjuangan kesetaraan gender, yaitu 22 Desember, 8 Maret dan 21 April. Tanggal 22 Desember disebut Hari Ibu, sebenarnya Hari Perempuan Indonesia, karena memperingati Kongres Perempuan Indonesia yang pertama (1928). Tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Gerakan Perempuan Internasional. Penetapan hari tersebut bermula pada 1908, ketika 15.000 perempuan melakukan aksi demo di New York menyuarakan hak mereka tentang peningkatan standar upah dan pemangkasan jam kerja. Kemudian berlanjut dengan berbagai pertemuan dan konferensi internasional. Sementara tanggal 21 April diputuskan oleh Pemerintah Indonesia sebagai hari Kartini menghargai jasa RA Kartini (lahir 1897) sebagai pelopor emansipasi perempuan Indonesia. Ketiga hari penting tersebut intinya adalah penghargaan terhadap kesetaraan gender.
Sekitar 3 tahun lalu Dr Eva Wijoyo berkunjung ke Bina Swadaya menemani suami Bapak Alex Wijoyo yang mengikuti suatu rapat di Wisma Hijau. Dr Eva, kelahiran Filipina adalah ahli ilmu Islam / Sastra Arab yang mengajar di beberapa Universitas di Amerika Serikat. Sambil menunggu selesai rapat, beliau membaca naskah-naskah tentang Bina Swadaya. Setelah rapat selesai kami bertemu, berkenalan dan kemudian beliau menyampaikan pertanyaan: mengapa dalam rumusan Nilai dan Falsafah Bina Swadaya tidak tertulis kesetaraan gender?
Belum pernah saya menerima pertanyaan seperti itu. Namun saya mengakui memang tidak ada ungkapan itu dalam Nilai dan Falsafah Bina Swadaya. Karena ketika merumuskannya, tidak ada dari perumus yang mengusulkan untuk mencantumkan prinsip kesetaraan gender dalam Nilai dan Falsafah Bina Swadaya. Sepertinya para perumus tidak merasa perlu mencantumkannya, karena sudah dihayati dalam hidup kelembagaan sehari-hari. Senyatanya peranan perempuan di Bina Swadaya begitu penting sehingga sèbagian besar programnya dipimpin.perempuan. Bahkan pada saat ini semua progŕam dipimpin pertemuan. Sementara program pemberdayaan masyarakat dengan pembentukan KSM (Kelompok Swadaya Masyakat), anggota dan pengurusnya kebanyakan perempuan. Ketika bekerjasama dengan BKKBN dalam program Women Participation in Deveĺopment telah dibentuk 650.000 Kelompok UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera) beranggotakan 13,6 juta perempuan.
Bina Swadaya juga mendukung Microcredit Summit (Washington,1997) dengan menerapkan prinsip-prinsip keuangan mikro, yaitu: 1) reaching the poorest, 2) reaching and empowering women, 3) building financially sustainable institution, 4) measurable impact. Dan dengan prinsip- prinsip tersebut Microsoft Summit sepakat akan berdayakan 100 juta keluarga miskin di seluruh dunia pada tahun 2005. PBB pun kemudian jadikan tahun 2005 sebagai tahun Keuangan Mikro Internasional. Sementara itu, dalam ikut mendukung putusan dari Microcredit Summit, Bina Swadaya mengajak para sahabat mendirikan Koperasi Bina Masyarakat Mandiri (28 Oktober 1998) yang berfungsi sebagai Wholesaler Microfinance untuk memperkuat pendanaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) lokal. Menteri Koperasi waktu itu (alm) Adi Sasono menyebutnya sebagai Koperasi Penghela yang menghela koperasi-koperasi lain. Selanjutnya Bina Swadaya menginisiasi pembetukkan Gema PKM (Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro) Indonesia yang di launch di Istana Negara oleh Presiden Gus Dur pada tg 10 Maret 2000.
Dalam berbagai kesempatan diungkapkan bahwa kesetaraan gender harus menjadi inti dari pemberdayaan masyarakat. Kita meyakini bahwa memberdayakan lelaki itu memberdayakan individu. Sedang memberdayakan perempuan berarti memberdayakan bangsa. Dengan memberdayakan perempuan, akan berdampak membaiknya pendidikan anak, gizi dan kesehatan keluarga, unit terkecil dari bangsa. Sementara itu, posisi istri sebagai konco wingking (teman dibelakang) seturut tradisi (Jawa) diganti dengan konco samping.
Kami juga menghayati nyanyian: kasih Ibu sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali… Bagaimanapun masih tersisa pertanyaan, perlukah kesetaraan gender dicantumkan dalam nilai- nilai dan falsafah Bina Swadaya?
Oleh
Bambang Ismawan