ISEA, Bina Swadaya, dan Dompet Dhuafa Rumuskan Pedoman Kemitraan Transformasional dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dalam Rantai Nilai Pertanian

Pandemi Covid-19 berdampak besar bagi sektor pertanian. Perempuan di sektor pertanian menjadi salah satu kelompok yang terdampak pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pendekatan berbasis gender perlu didorong sebagai dasar untuk tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030 mendatang. Program pembangunan berkelanjutan ini utamanya mencakup pemberdayaan perempuan.

Pandemi Covid-19 telah memengaruhi implementasi SDGs di ASEAN. Pembangunan berkelanjutan menjadi aspek penting terhadap peningkatan sosial-ekonomi masyarakat demi membangun masa depan yang lebih baik, sebagaimana tercermin dalam Kerangka Pemulihan Komprehensif ASEAN serta Rencana Akhir ASEAN PBB 2021–2025. Dalam kerangka pemulihan tersebut, ASEAN merekomendasikan krisis akibat pandemi Covid-19 menjadi peluang untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan serta meningkatkan ketahanan kawasan di ASEAN.

President Institute For Social Entrepreneurship in Asia (ISEA) Marie Lisa Dacanay, mengatakan, selama dua tahun terakhir, ISEA bersama Yayasan Bina Swadaya dan Dompet Dhuafa mengembangkan serangkaian pedoman untuk mendukung dan mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan dalam rantai nilai pertanian. Tolok ukur dalam transformasional dan pemberdayaan ekonomi perempuan dalam rantai nilai pertanian diharapkan sebagai pemulihan dampak dari Covid-19. Tolok ukur ini adalah hasil dari studi dan praktik yang dilakukan di 4 negara yang meliputi Filipina, Indonesia, Vietnam, dan Thailand.

Pedoman untuk Kemitraan Transformasional dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dalam Rantai Nilai Pertanian (GTP WEE in AVCs) mengedepankan kebijakan, investasi, program dukungan, dan insentif yang dapat diabadikan oleh ASEAN dan negara-negara anggotanya untuk memainkan peran yang memungkinkan dalam mempromosikan praktik Tolok Ukur.

ISEA, UNESCAP, Yayasan Bina Swadaya dan Dompet Dhuafa menyelenggarakan pembekalan dengan BAPPENAS, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sebagai ajang pertukaran pembelajaran dan mengeksplorasi potensi kolaborasi menuju pengarusutamaan Pedoman dalam program, kebijakan, dan inisiatif yang ada. Pengarahan ini didukung oleh Program Gender Transformative and Responsible Agribusiness Investments in South East Asia (GRAISEA) yang dipimpin oleh Oxfam dan didanai oleh Pemerintah Swedia.

“Sebagai perusahaan yang mengedepankan misi sosial, Yayasan Bina Swadaya dan Dompet Dhuafa, serta sejumlah kementerian mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan sehingga perempuan memiliki dampak yang lebih besar serta dapat berperan untuk mengentaskan kemiskinan demi mencapai pembangunan berkelanjutan,” kata Lisa dalam Briefing on the Transformational AVC Guidelines yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (7/9/22).

Hadir pada kesempatan tersebut, Ketua Yayasan Bina Swadaya Bayu Krisnamurthi menilai, perempuan memiliki peran besar di dalam proses produktif di negara-negara ASEAN khususnya untuk producer skala kecil. Ada banyak kasus ditunjukkan, perempuan ternyata lebih produktif dalam mengelola keuangan serta dapat melaksanakan beberapa pekerjaan spesifik dengan baik. Akan tetapi, tidak selalu peran perempuan diakui dan mendapatkan apresiasi, misalnya dalam hal upah yang setara.

“Kami merasa perlu mendalaminya, kemudian dilakukanlah serangkaian studi di 4 negara, Filipina, Indonesia, Vietnam, dan Thailand. Studi tersebut menghasilkan sebuah guidelines BPT WEE. Kami menyebutnya guide karena datangnya dari best practice. Kita melihat kondisi di masing-masing negara tadi yang dinilai baik dalam memberikan kesempatan untuk praproduktif perempuan, kemudian dipelajari apa yang mereka lakukan dan dicari best practice, kemudian diterjemahkan ke dalam buku,” tuturnya.

Lebih lanjut Bayu menjelaskan, pandemi Covid-19 telah mengguncang seluruh sendi-sendi kehidupan. Saat ini Indonesia tengah fokus melakukan berbagai langkah pemulihan dari segi sosial-ekonomi. Salah satu indikator dari usaha itu adalah inklusivitas. Seharusnya, perempuan memiliki peran dan hak yang sama, perempuan juga turut serta dalam membangun ekonomi, menyejahterakan keluarga, dan produktif.

“Indonesia saat ini tengah recovery build forward better, membangun ke depan lebih baik, bahkan lebih baik dari sebelum pandemi Covid-19. Ke depan, tantangan ini akan lebih besar karena nyatanya kita tidak semakin dekat dengan tujuan SDGs. Pandemi Covid-19 membuat target tersebut meleset, padahal SDGs disepakati akan tercapai pada 2030. Sehingga build forward better harus diletakkan ke dalam tujuan pencapaian SDGs,” tegasnya.

Diakuinya, diskusi tersebut harus lebih berfokus pada transformational partnerships. Namun demikian, secara khusus dalam hal pemberdayaan ekonomi perempuan dalam rantai nilai pertanian dilakukan secara objektif bahwa reward pada perempuan diberikan sesuai dengan produktivitasnya. Salah satunya dengan memanfaatkan potensi kesetaraan peran perempuan dan laki-laki dalam rantai nilai pertanian.

Guidelines ini adalah cara kita melakukan focusing. Yang pertama transformation partnership dan women economic empowerment yang berfokus pada pemberdayaan ekonomi perempuan dalam rantai nilai pertanian,” tutur Bayu.

Hal senada diungkapkan Ketua Pengurus Dompet Dhuafa, Rahmat Riyadi. Ia menyebut, perumusan guidelines kemitraan transformatif untuk pemberdayaan ekonomi perempuan dalam rantai nilai pertanian sangat penting dilakukan bagi pemberdaya, baik dari pemerintahan maupun NGO.

“Kami sangat mendukung Briefing on the Transformational AVC Guidelines ini sehingga nantinya bisa menjadi sebuah pedoman yang dapat diaplikasikan baik di formal dan informal dalam nilai rantai pertanian. Diskusi ini diharapkan dapat merumuskan kesepakatan bersama. Guidelines ini ke depan akan memudahkan kita menjalankan gagasan pemberdayaan ekonomi perempuan dalam rantai nilai pertanian secara lebih baik,” beber Rahmat.

Gagasan ini dirumuskan berdasarkan pengalaman kolektif yang sangat kaya dari para pemimpin perempuan yang bekerja pada tingkat akar rumput. Yang tidak hanya menjawab persoalan domestik rumah tangganya, tetapi juga turut memberikan perspektif dan solusi alternatif untuk mendorong dan mempercepat pembangunan di tingkat masyarakat.

Sementara itu, Direktur Bina Swadaya Konsultan Ana Budi Rahayu mengungkapkan, sebagai mitra ISEA di Indonesia, Bina Swadaya dan Dompet Dhuafa bertugas untuk mengajak pemerintah dan lembaga untuk ikut berkolaborasi mengaplikasikan guidelines BTP WEE terkait issue pemberdayaan perempuan, untuk dijadikan sebuah regulasi. Tolok ukur yang bisa diterapkan dalam program-program pemberdayaan perempuan di pemerintahan mempermudah untuk melihat bagaimana perubahan setelah program tersebut dilakukan. Selain itu, untuk lebih memperkenalkan BTP WEE benchmark kepada pemerintah sehingga pemerintah juga mendapatkan manfaat.

“ISEA ingin menerapkan guidelines ini untuk berkolaborasi dengan para stakeholder di Indonesia dalam menjalankan misi pemberdayaan perempuan di rantai nilai pertanian. Kami berharap program ini dapat menjadi langkah untuk meningkatkan ekonomi perempuan semakin baik dan terukur,” tutup Ana.



Tinggalkan Balasan