- Februari 5, 2021
- Posted by: AstriSO93
- Category: Gerakan Revitalisasi Desa
Konsep Gerakan Revitalisasi Desa (GRD) telah kita uji-cobakan di Kabupaten Batang (Jawa Tengah) selama 2 tahun. Sebanyak 10 desa yang tersebar di 9 Kecamatan (dari 15 Kecamatan yg ada) telah dipilih menjadi lokasi berlangsungnya GRD.
Di masing-masing desa telah direkrut 2 orang pendamping yang bertugas menumbuhkembangkan KSM (Kelompk Swadaya Masyarakat), selanjutnya membentuk Koperasi Serba Usaha (KSU) dan BUMDesa. Pada akhir kegiatan uji-coba, telah terbentuk 100 KSM yang beranggotakan sekitar 2.000 keluarga, 10 BUMDesa dan 6 KSU (belum berbadan hukum) + 1 Koperasi revitalisasi, dan 10 BUMDesa.
Jumlah dan kualifikasi KSU belum sesuai yg diharapkan karena rencana membentuknya sangat lambat. Semula kami mengharap BUMDesa berbadan hukum Koperasi, tetapi tidak disetujui Menteri Desa, maka KSU perlu dibentuk sebagai wadah bersama KSM-KSM yang adalah milik warga masyarakat, sementara BUMDesa yang kita desain berwatak wirausaha sosial adalah milik Pemerintah Desa.
Ungkapan “berlayar sambil membangun perahu” seolah nyata terjadi di Kabupaten Batang, ketika Bina Swadaya mengujicobakan GRD. Pada awal 2016 di Jakarta terjadilah pertemuan perkenalan dengan Bapak Yoyok Riyo Sudibyo, Bupati Batang. Dalam pertemuan itu diketengahkan pengalaman Bina Swadaya puluhan tahun memberdayakan masyarakat desa melalui kerjasama dengan berbagai lembaga Pemerintah, Swasta, LSM, Perguruan Tinggi maupun Lembaga Filantropi Internasional dengan membentuk kelembagaan solidatas yang kita sebut KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), disebut juga sebagai Self-Help Group atau Community Based Cooperative.
Dalam rangka pelaksanaan UU tentang Desa No. 6/2014, Bina Swadaya ingin membentuk KSM-KSM di desa-desa sebagai akar dari BUMDesa yang diharapkan berbadan hukum Koperasi. Pandangan Bina Swadaya waktu itu, kalau BUMN dan BUMD yaitu badan usaha milik pemerintah pusat dan daerah yang berbadan usaha perseroan, maka badan usaha milik Pemerintah Desa seyogyanya berbadan hukum koperasi, yaitu koperasi yang berakar pada KSM-KSM. Pak Yoyok ternyata begitu tertarik dan berminat mengaplikasinya, terbukti pada ungkapan beliau pada pertemuan itu: “Besok pagi kantor Bina Swadaya sudah tersedia di Batang”.
Antusiasme ini perlu kita tanggapi positif, walaupun dari pihak Kabupaten Batang tidak tersedia dana yang diperlukan untuk pelaksanaan program ini. Segara kami menuju ke Batang mempelajari kondisi di lapangan, menyususun rencana kerja, mencari dana, menetapkan tim pelaksana di pusat maupun di lapangan, menentukan jumlah desa dan kecamatan yang akan jadi wilayah kerja, merekrut dan melatih pendamping, mensosialisasikan konsep kepada para kepala desa dan perangkapnya dan lain-lain.
Semuanya dilakukan sambil berdialog dengan Menteri Desa beserta staf Kementrian, dan berbagai sarasehan dengan para pegiat pembangunan desa. Sudah bisa diperkirakan, pelaksanaan program ini membutuhkan ekstra perhatian, berupa kunjungan lapang (secara pribadi sebanyak 7 kali), konsolidasikan sejumlah gugus kegiatan di pusat dan terus-menerus mengembangkan konsep GRD. Ternyata penyelenggaraan Festival BUMDesa berikut sarasehan pembangunan desa (Desember 2016) telah menarik perhatian dan kehadiran Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten-Kabupaten lain, Swasta, Perguruan Tinggi dan para pegiat pembangunan masyarakat.
Perkembangan ini telah menarik minat Kabupaten Lamandau di Kalimantan Tengah, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pali (Sumatra Selatan), Kabupaten Mentawai (Sumatra Barat), dan Kabupaten Manggarai Barat (NTT) yang mengharap agar GRD bisa dilaksanakan di wilayahnya. Sementara itu Bapeda Propinsi Jawa Tengah mengharap agar GRD bisa di laksanakan di semua Kabupaten di Jawa Tengah.
Setelah melalui berbagai musyawarah baik di tingkat Pemerintah Kabupaten Batang dan lebih-lebih di tingkat Pemerintah Desa dan Warga Masyarakat, terbentuklah kelembagaan solidaritas mandiri berupa KSM, KSU dan BUMDesa. Berfungsi nya kelembagaan tersebut merupakan modal awal yang berproses melalui musyawarah – mufakat – gotong-royong, silih asah – silih asih – silih asuh, berfungsi sebagai media saling belajar-mengajar, mewujudkan kehidupan bersama yang cerdas, berani berswadaya, serta berfungsinya sistem keuangan mandiri melalui kegiatan menabung dan kredit.
Capaian tersebut diharapkan terus berproses menjadi modal kemampuan untuk mengembangkan usaha produktif. Selanjutnya bersama dengan desa lain, lembaga pemberdayaan serta Pemerintah, memperjuangkan rantai pasok yang berkeadilan. Sementara kesadaran dan kemampuan melestarikan lingkungan hidup semakin menguat, dan pantaslah diharapkan desa-desa dimaksud dalam waktu tidak lama (5 -10 tahun) akan menjadi desa-desa madiri dan maju.
Perkembangan kearah ilustrasi diatas terasa getarannya dalam WAG (Whatsapp Group) BUMDesa Kita dan WAG Forum Koperasi Batang yang mereka bentuk sendiri. Dalam kedua WAG tersebut ter-expose semangat dan keceriaan generasi zaman now bergotong-royong membangun desanya. Berbagai inisiatif, kreativitas dan enovasi digelar menggambarkan kecintaan pada desa tanah tumpah darah mereka dengan optimisme yang menggairahkan.
Terlihat bagaimana mereka saling bersumbang saran, banyak foto-foto diunggah yang menggambarkan berbagai musyawarah dan gotong-royong di lapangan, membangun pusat-pusat agrowisata / desa wisata. Semuanya menarik dan perlu dipelihara, dilestarikan serta dikembangkan. Untuk itu perlu mensinergikan potensi dari dalam dan luar desa, mengembangkan kerjasama finansial dengan lembaga perbankan, serta memantapkan organisasi produksi dan pemasaran dibidang pertanian dan non pertanian, bekerjasama dengan lembaga-lembaga bisnis.
Dari Batang ke seluruh Indonesia, dan kearah itu sejak Februari 2018 bekerjasama dengan Persab (Perhimpunan Sahabat Bangun) Flobamora (NTT) setiap bulan mengundang 2 Bupati NTT ke Wisma Hijau untuk membahas GRD. Pada umumnya para Bupati dan Staf yang hadir menyetujui konsep GRD dan ingin menerapkannya di wilayah mereka.
Dalam pada itu suatu kerjasama Bina Swadaya dengan PT. Agrindo Bina Nusantara telah disepakati untuk memberdayakan masyarakat desa Fatuteta di Kabupaten Kupang. Biasanya dalam rangka GRD, Bina Swadaya memberdayakan masyarakat melalui pembentukan kelembagaan masyarakat mandiri berproses kearah penguatan ekonomi, kemudian mengembangkan kerjasama dengan lembaga bisnis. Dalam kasus ini proses tersebut berlangsung terbalik, yaitu mulai kerjasama dengan lembaga bisnis yaitu dengan PT Agrindo, ke arah pemberdayaan masyarakat.
Lebih lanjut konsep GRD telah disosialisasikan ke Bappenas, Kementrian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kepala Staf Presiden, Lemhanas, dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Langkah-langkah sistematik dan fokus perlu jadi pusat perhatian untuk meng GRD kan Indonesia dengan sosialisausi kepada para Bupati, bekerjasama dengan Asosiasi Bupati dan Asosiasi Gubernur se-Indonesia. Sosialisasi GRD perlu juga dilakukan kepada lembaga-lembaga bisnis milik Pemerintah dan Swasta untuk menggalang dukungan dana maupun kerjasama bisnis. Sementara itu proses penyelenggaraan GRD perlu kesiapan berpartisipasi dari berbagai Gugus Kegiatan Bina Swadaya untuk ekspansi karya pelayanan mereka.
Bambang Ismawan
Pendiri Yayasan Bina Swadaya