Bambang Ismawan Lakukan Peluncuran Awal Buku Revitalisasi Desa dan Mengakhiri Marjinalisasi

Bambang Ismawan Pendiri Yayasan Bina Swadaya melakukan peluncuran awal buku Revitalisasi Desa dan Mengakhiri Marjinalisasi. Buku ini diterbitkan untuk mendorong pelaksanaan dan konsep Gerakan Revitalisasi Desa.

Bagi Bambang Ismawan, buku Revitalisasi Desa dan Mengakhiri Marjinalisasi didesain untuk membantu para pembaca dalam mempersepsikan dan memahami revitalisasi desa dari berbagai perspektif, serta memperluas wawasan dan menstimulasi pendekatan multidisipliner. Selain itu, membangun pemahaman dan wacana antardisiplin ilmu, seperti ilmu ekonomi/bisnis, ilmu lingkungan, sosiologi perdesaan, pertanian, planologi, kehutanan, geografis, geologi, teknik sipil, dan lainnya.

Buku ini pun ditujukan sebagai rujukan instansi pemerintah, pendidikan tinggi, korporasi bisnis, maupun LSM. Hal ini mengingat fenomena marjinalisasi dan program revitalisasi desa bersifat multidimensional.

“Pembangunan dan revitalisasi perdesaan dapat menjadi concern semua pihak dan disiplin ilmu. Bagi yang berlatar belakang ekonomi, sosiologi, atau hukum, misalnya, dapat mencoba memahami aspek atau dimensi teknis dan lingkungan. Demikian pula mereka yang berlatar belakang teknik maupun ilmu lingkungan, dapat mencoba memahami aspek-aspek sosiologi, ekonomi, dan budaya dalam buku ini,” tutur Bambang Ismawan mengutip buku Revitalisasi Desa dan Mengakhiri Marjinalisasi.

Buku ini menguraikan pengenalan konsep-konsep dasar marjinalitas, marjinalisasi, dan revitalisasi, hingga penjelasan lengkap mengenai konsep, instrumen, dan strategi revitalisasi desa, serta berbagi pengalaman pelaksanaan program revitalisasi desa di beberapa negara.

Hadir sebagai penanggap pada peluncuran awal buku Revitalisasi Desa dan Mengakhiri Marjinalisasi, Kepala Desa Demakijo, Kecamatan Karangnongko, Ery Karyatno, yang mengatakan bahwa sebagai pemangku kepentingan di desa, ia sangat terkesan dengan buku karya Bambang Ismawan dan Mulyopriyanto.

“Setelah membacanya sekilas, sebagai pemangku kepentingan di desa, buku ini sangat tepat sebagai pembelajaran untuk membangun desa melalui kolaborasi. Kolaborasi ini akan menjadi solusi bersama. Melalui program ini, revitalisasi desa harus terus menggali potensi desa sebagai penyangga ekonomi kota. Sebab, desa mampu menjadi penyangga ekonomi nasional,” jelas Ery dalam peluncuran awal buku Revitalisasi Desa dan Mengakhiri Marjinalisasi yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (28/7/22).

Diakui Ery, sebagai perencanaan jangka panjang, desa memiliki RPJMDes yang dirancang setiap tahun. Selain itu, desa juga memiliki APBDes yang berperan penting dalam penyusunan program yang tepat sasaran dalam membangun desa. Dengan adanya UUDesa, desa kini memiliki kewenangan untuk mengelola dana desa. Melalui dana ini, desa dapat menjalankan berbagai kegiatan untuk pembangunan desa untuk mendukung ekonomi, melakukan pemberdayaan masyarakat, hingga menjalankan kegiatan sosial. Menurutnya, jika tahapan ini dilaksanakan dengan baik dan bersih, tidak ada desa yang termarjinalisasi.

“Saya kira buku ini sangat penting untuk menjadi pegangan para kepala desa dalam menyusun perencanaan dan tata kelola di desa. Saya merekomendasikan berbagai pihak membaca buku ini,” tuturnya menambahkan.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Catur Sugiyanto, mengungkapkan, tren marjinalisasi masih terjadi, terutama di Pulau Jawa, mengingat kepemilikan lahan di Pulau Jawa semakin sempit. Hal yang perlu dicatat adalah meskipun lahan yang dimiliki semakin menyusut, proses produksi pertanian masih terjadi. Kehadiran generasi muda di desa yang memperbaiki sistem dan tata kelola pertanian mulai dari produksi sampai ke pasar sehingga aliran produksi dan jasa yang mengalir dari desa ke kota menjadi semakin besar. Melalui keterampilan generasi muda, mereka bisa memangkas jalur distribusi, yang akhirnya akan menguntungkan petani.

“Permasalahan-permasalahan seperti ini banyak dibahas di buku ini, sehingga menurut saya buku ini sangat komprehensif dan sangat menarik untuk dibaca,” ucap Catur dalam diskusi.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Ivanovich Agusta, memberikan pandangan terhadap buku ini. Sebagai penanggap, Ivan menyarankan agar data-data yang digunakan sebagai rujukan dalam buku ini sebaiknya menggunakan data-data terbaru.

“Secara umum, buku ini sangat menarik, di mana ada beberapa hal yang dibahas oleh penulis sangat cerdik dalam membangun dan menyusun kebijakan revitalisasi desa. Analisis marjinalisasi yang dibahas dalam buku sangat menarik,” tutur Ivan.

Menurutnya, salah satu ide dari Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, yang juga pernah melakukan diskusi SDGs Desa bersama Bina Swadaya juga tergambarkan dalam buku ini. Hal menarik pada buku ini yang disampaikan secara tegas adalah pentingnya rencana tata ruang yang berkaitan dengan infrastruktur.

“Pak Bambang itu cerdik. Di dalam buku ini ia mengatakan persoalan yang struktural yang biasa disampaikan para cendekiawan sosialis, tetapi cukup dengan menunjukkan apa yang harus dilakukan pemerintah pusat dan daerah terutama kabupaten hingga desa. Bab 6 ini sangat tepat untuk dibahas dan jelas ditunjukkan karena adanya persoalan struktural dan memberikan solusi terhadap pemerintah pusat dan daerah khususnya desa,” ucap Ivan menutup diskusi.

Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, turut memberikan tanggapannya terhadap buku Revitalisasi Desa dan Mengakhiri Marjinalisasi. Menurutnya, buku ini patut diapresiasi kehadirannya. Pemerintah belum lama ini mengeluarkan UU Cipta Kerja, buku ini diibaratkan seperti peringatan halus bahwa sudah saatnya desa yang berbicara.

“Terima kasih Pak Bambang dan Pak Mulyopriyanto telah menghadirkan buku ini. Ketika kita berbicara dalam konteks pembangunan Indonesia, desa akan selalu menjadi topik utama di dalam konteks pembangunan Indonesia,” tutur Sri Palupi.

Secara praktis, kekuatan suatu rantai berada pada mata rantai yang paling lemah, ini kita ibaratkan sebagai desa. Ketika kita berbicara tentang konsep Indonesia maju, tanpa membicarakan desa hanyalah sebuah omong kosong. Menurut Sri Palupi, buku ini seolah mengingatkan kita, Indonesia tidak akan besar tanpa desa, ini yang disampaikan oleh penulis di dalam buku tersebut.

“Buku ini mengingatkan kembali bahwa desa selama ini dimarjinalisasi, bahkan posisi desa tidak lebih dari subsistemnya kota. Seluruh sumber daya yang dihasilkan desa selama ini hanyalah untuk melayani ekonomi kota, bahkan pasar global. Buku ini menjadi semacam peringatan bahwa sudah saatnya desa itu mandiri, bahwa desa bukan hanya subsistemnya atau pelayan dari pembangunan nasional, tetapi desa juga memiliki hak untuk yang sama. Konsep revitalisasi desa adalah menghentikan marjinalisasi,” tutup Sri Palupi.



Tinggalkan Balasan