Upaya Percepatan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Pasar Ekspor Produk Organik

Produk organik menjadi komoditas primadona selama pandemi COVID-19. Pertumbuhan produk bahan makanan organik di dunia terus meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia yang didorong dengan peningkatan daya beli masyarakat hingga mencapai 15—20 persen. Pola makan dengan produk bahan makanan organik ini semakin meningkat seiring dengan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan.

Selain itu, kelebihan produk organik dibandingkan dengan produk nonorganik, yaitu bebas dari pestisida dan GMO (genetically modified food). Wajar bila gaya hidup sehat kian populer. Kebutuhan akan produk organik pun meningkat tak hanya di pasar lokal, tapi juga mancanegara seperti di Eropa, Amerika, dan beberapa negara lainnya.

Indonesia mulai dikenal sebagai produsen produk organik global. Contohnya komoditas kopi, teh, vanila, dan rempah-rempah. Menurut data Organic Trade Association (OTA), penjualan produk organik pada 2018 mencapai 47,9 juta dolar AS, dan diprediksi meningkat hingga 60 juta dolar AS pada 2022.

Pertumbuhan investasi komoditas organik di dunia juga diprediksi terus meningkat, yaitu mencapai 327,60 juta dolar AS pada 2022. Sementara itu, Indonesia tercatat memiliki 17.948 produsen organik dengan total lahan seluas 208.000 hektare dan berkontribusi 0,4% dari pangsa pasar organik dunia.

Sejumlah produk organik Indonesia yang berpotensi besar mengisi pasar ekspor antara lain kopi, teh, dan gula semut. Permintaan ekspornya kian meningkat setiap tahunnya. Meskipun berpeluang, masih banyak hambatan yang dihadapi oleh para petani, kelompok tani, dan UKM.

Dalam rangka mendukung peningkatan nilai ekspor produk organik sekaligus menyambut Organic Asia Congress 2021, seminar virtual yang terselenggara berkat kerja sama Trubus Bina Swadaya, Majalah Trubus, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, AOI, dan Kehati ini mengangkat tema “Peluang Pasar Ekspor Produk Organik: Kopi, Teh & Gula Semut”. Acara ini bertujuan untuk pengembangan produk organik skala ekspor di Indonesia.

Darurat kesehatan mendorong masyarakat untuk menerapkan gaya hidup yang sehat. Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor, Kementerian Perdagangan, Marolop Nainggolan melihat peluang bisnis ekspor produk organik terbuka lebar dengan munculnya momentum tersebut.

Kebutuhan akan produk organik pun meningkat tak hanya di pasar lokal. Kebutuhan produk organik di pasar mancanegara pun meningkat tajam seperti di Uni Eropa, Amerika, dan beberapa negara lainnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) per 15 Juli mencatat kinerja ekspor Indonesia mengalami peningkatan. Nilai ekspor tercatat 18,55 miliar dolar AS dan impor 17,23 miliar dolar AS. Nilai ekspor di Juni 2021 mencatatkan rekor tertinggi sejak Agustus 2011.

“Peningkatan ekspor ini juga ditopang oleh membaiknya harga komoditas dan serta mulai pulihnya permintaan pasar. Sehingga peluang pasar produk organik masih sangat besar, inilah yang perlu didorong agar produk organik kita bisa punya daya saing di pasar global,” kata Marolop dalam paparannya.

Sementara itu, Sub Koordinasi Kelembagaan Pengendalian OPT, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan, Kementerian Pertanian, Herly Kuniawan menyampaikan, dalam mendukung pengembangan pertanian organik, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian telah merintis program pengembangan desa pertanian organik. Penerapan sistem pertanian organik ini menekankan praktik-praktik manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap kondisi setempat.

“Sistem manajemen produksi yang holistik dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah,” tuturnya.

Menurutnya terdapat banyak manfaat dan keuntungan dari sistem pertanian organik, mulai dari meningkatnya daya saing, pendapatan hingga kesejahteraan petani. Prinsip pertanian organik juga menjaga kelestarian lingkungan, meningkatkan biodiversitas, serta pencemaran tanah dan udara juga menjadi sangat minim. Sementara, aspek sosial dapat dilihat dari terbukanya lapangan pekerjaan dan mendorong pemenuhan gizi makanan yang sehat bebas pestisida dan bahan kimia.

Pengembangan desa pertanian oranik berbasis komoditas perkebunan yang telah dilakukan Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian sejak 2015 hingga saat ini bertujuan menerapkan kegiatan budidaya perkebunan yang ramah lingkungan dengan pola pemenuhan input usaha tani secara mandiri berbasis potensi agroekosistem dan keanekaragaman hayati yang menghasilkan komoditas perkebunan berkualitas dan aman dikonsumsi masyarakat.

“Melalui program pengembangan desa pertanian organik, Ditjen Perkebunan melakukan pendampingan prasertifikasi organik serta memberikan fasilitas sertifikasi organik oleh lembaga yang kompeten kepada kelompok tani,” ungkapnya. (Astri)