- Mei 18, 2022
- Posted by: Astri
- Categories: Artikel, BBWH
Sektor pariwisata memiliki peranan penting dalam membangun perekonomian, terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar destinasi wisata. Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat, salah satunya melalui desa wisata. Melalui desa wisata, sektor pariwisata membuktikan keberpihakannya terhadap masyarakat.
Desa wisata hadir sebagai solusi penguatan ekonomi lokal untuk mendorong dan merangsang segala aktivitas yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Selain itu, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menghapus kemiskinan, melestarikan alam dan sumber daya, serta melestarikan kebudayaan.
Pengembangan desa wisata juga merupakan suatu bentuk percepatan pembangunan desa secara terpadu untuk mendorong transformasi sosial, budaya, dan ekonomi desa. Oleh karena itu, tiap daerah dan desa perlu mencermati potensi yang dimilikinya untuk diangkat dan dikembangkan agar memberikan nilai tambah manfaat serta menghasilkan produktivitas yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Direktur Perencanaan Teknis Pengembangan Ekonomi dan Investasi, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Adityawarman Darudono, menyatakan, dengan lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan perencanaan, pelaksanaan kegiatan untuk pengembangan lokal.
“Desa dituntut untuk inovatif dan kreatif memanfaatkan kebijakan dan potensi. Desa juga didorong mengembangkan berbagai aktivitas berbasis kearifan lokal yang produktif dan bernilai ekonomi. Desa memiliki pendanaan yang besar sebagai modal pemenuhan kebutuhan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Kami berharap, pemerintah desa dan masyarakat benar-benar memiliki inovasi dan kreatif untuk mengembangkan desanya,” tutur Adityawarman dalam Bincang-Bincang Wisma Hijau dengan tema “Peran Desa Wisata dalam Pemberdayaan Ekonomi Lokal” yang dilaksanakan secara virtual, Selasa (17/5).
Dalam pengembangan desa, Kemendes PDTT mengembangkan kolaborasi pentahelix mulai dari pelaku usaha, swasta, akademisi, komunitas, masyarakat ataupun mitra untuk ikut bergabung dalam membangun desa. Ada empat strategi yang dilakukan Kemendes PDTT untuk mengembangkan ekonomi desa, meliputi revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), digitalisasi ekonomi desa dengan menggandeng e-commerce global, ketahanan pangan masyarakat desa, dan padat karya tunai desa (PKTD).
“Diharapkan dengan BUMDesa mengelola wisata, banyak tenaga kerja yang bisa diserap, baik untuk mengelola tempat wisata, penginapan ataupun usaha kuliner. Selain mendapatkan keuntungan dari pendapatan wisata, tenaga kerja lokal juga akan terserap. Kami telah beberapa kali melakukan peningkatan kapasitas terhadap BUMDesa,” tegas Adityawarman.
Sementara itu, Koordinator Perancangan Destinasi/Analis Kebijakan Ahli Muda, Direktorat Tata Kelola Destinasi, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Endah Ruswanti, mengatakan, sektor pariwisata adalah sektor yang paling terdampak selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Kendati demikian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif optimis desa wisata bisa menjadi pandemic winner sering dengan perubahan tren wisata pascapandemi. Langkah ini dinilai sebagai salah satu bukti bahwa sektor pariwisata siap untuk bangkit kembali.
“Pada masa pemulihan seperti saat ini, desa wisata bisa dinilai sebagai pandemic winner. Bisa dilihat dari adanya kenaikan jumlah kunjungan desa wisata. Kemenparekraf terus mencoba mengeksplor lebih banyak untuk bisa meningkatkan nilai dari desa wisata,” tutur Endah.
Endah melihat ada perubahan tren wisata. Dahulu, lebih ke wisata massal atau berdasarkan rating kepopuleran. Kini, masyarakat cenderung menyukai wisata alternatif atau kembali ke alam, di mana wisatawan bisa lebih berinteraksi dengan masyarakat lokal, mengenal lebih dalam tentang kebudayaan hingga beragam keunikan lokal. Konsep-konsep wisata seperti ini sangat cocok dan dapat diterapkan di desa wisata.
Segmentasi pariwisata ke depan akan lebih kepada personalize, di mana wisatawan lebih memilih tempat yang aman dan nyaman, CHSE (wisatawan lebih memilih destinasi wisata yang menerapkan protokol kesehatan), smaller in size (solo traveling atau wisata bersama keluarga), akomodasi (preferensi wisatawan yang lebih memilih akomodasi yang nyaman, bersih, serta memiliki sanitasi baik), serta localize (wisatawan memilih destinasi wisata dengan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh).
Menurutnya, ada enam kriteria yang harus dimiliki dari desa wisata, yakni potensi daya tarik wisata, komunitas masyarakat, potensi sumber daya manusia lokal yang dapat terlibat dalam aktivitas pengembangan desa wisata, ada kelembagaan pengelolaan, peluang dan dukungan ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana dasar untuk mendukung kegiatan wisata, serta punya potensi dan peluang pengembangan pasar wisatawan.
“Dalam pengembangan desa wisata, kami menerapkan konsep kolaborasi multipihak. Dalam mengembangkan desa wisata, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Kita harus berkolaborasi untuk mendorong dan membangun desa wisata bersama seluruh unsur yang terlibat. Kemenparekraf berupaya mencapai target 244 desa wisata maju, mandiri, dan tersertifikasi desa wisata berkelanjutan pada 2024,” ungkap Endah.
Pada kesempatan yang sama, Founder Pesona Desa Nusantara, Fitri Utami Ningrum, mengatakan, Pesona Desa Nusantara bekerja sama dengan pemerintah, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan untuk memfasilitasi pengembangan desa yang berfokus kepada aktivitas ekonomi lokal, kualitas hidup warga desa, dan praktik bisnis berkelanjutan yang ada di desa. Ada tiga program yang telah dilakukan Pesona Desa Nusantara, seperti development (identifikasi potensi dan pendampingan), capacity building (melalui inkubasi dan pelatihan), dan branding (promosi desa wisata).
“Pesona Desa Nusantara meyakini bahwa jika desa memiliki akar dan kapasitas yang kuat, maka Indonesia pun menjadi kuat. Pengembangan wisata desa hingga menjadi desa wisata membutuhkan waktu yang panjang. Dalam proses yang panjang, empat aktivitas ini perlu dilakukan secara berulang dan berkelanjutan. Membangun pariwisata membutuhkan sebuah sistem kolaborasi dari semua unsur,” ujarnya menambahkan.
Kabupaten Batang, Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah yang turut mengembangkan desa wisata. Salah satu desa wisata yang cukup populer di wilayah tersebut adalah Kembang Langit Park atau Sikembang Park yang berlokasi di Dukuh Kebaturan, Desa Kembanglangit, Kecamatan Blado. Destinasi wisata yang berada di kawasan hutan pinus milik Perhutani menyuguhkan keindahan alam dan kearifan lokal khas Kabupaten Batang.
Pembangunan desa wisata Kembang Langit Park ini tak lepas dari inovasi dan kreasi yang diinisiasi oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bombat. Pokdarwis Bombat berhasil mengubah hutan pinus yang sebelumnya sering digunakan untuk kegiatan negatif menjadi sebuah tempat wisata.
Anggota Pokdarwis Bombat, Desa Kembanglangit, Kabupaten Batang, yang juga pengelola destinasi wisata Sikembang Park, Khusen, mengungkapkan, pengembangan desa wisata tersebut turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi lokal, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi wisata.
Pada awal pembangunan destinasi wisata Sikembang Park, Pokdarwis Bombat menjaring pemuda desa untuk mengembangkan destinasi wisata alam Sikembang Park yang menyerap tenaga kerja. Selain menyerap tenaga kerja, Pokdarwis Bombat juga memberdayakan UMKM yang ada di desa. Peningkatan ekonomi bahkan tak hanya terjadi di Desa Kembanglangit, tetapi juga ke desa-desa lain.
“Pada awal pembangunan destinasi wisata Sikembang Park, Bina Swadaya menjadi salah satu mentor yang turut membantu berkembangnya destinasi wisata Sikembang Park. Banyak pengalaman yang kami dapatkan dari Bina Swadaya, hingga akhirnya tempat kami bisa dikenal oleh banyak orang,” tutup Khusen.