- Oktober 10, 2013
- Posted by: AstriSO93
- Category: Kusala Swadaya
Bina Swadaya bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan menggelar Kusala Swadaya dengan tema “Kreativitas Nilai Sosial dalam Bisnis dan Perdagangan” pada 2013. Penghargaan diberikan kepada para pelaku usaha, motivator, kelompok, para penulis, dan media sebagai apresiasi atas perjuangannya yang tanpa kenal lelah untuk memberdayakan masyarakat melalui semangat kewirausahaan sosial (social entrepreneurship).
Berikut ini profil singkat para nomine Kusala Swadaya 2013.
Kategori Kelompok
- Koperasi Lewolerang (KTL)
Kamilus merupakan pengagas dan pendiri Koperasi Lewolerang (KTL). Dirinya tergerak untuk membangun sebuah badan usaha milik rakyat untuk meningkatkan perekonomian warga melalui usaha simpan pinjam, koperasi produksi, koperasi konsumsi, dan pelatihan manajemen sumber daya manusia.
Ide membangun badan usaha milik rakyat muncul dari pengalaman Kamilus saat bekerja sebagai TKI di Malaysia. Ia melihat ada yang tidak beres dengan sistem ekonomi yang ada. Seorang toke (majikan) bisa kaya raya hanya dengan menggaji seorang manajer dan banyak buruh untuk menjalankan usaha. Ia tidak perlu bekerja keras karena kerja keras itu urusan buruh. Ia juga tidak perlu memiliki kecakapan manajemen karena ada manajer.
Kamilus berpikir, jika rakyat bisa menghimpun modal, rakyat bisa menjadi majikan perusahaan dan kekayaan yang selama ini mengalir ke segelintir pemilik modal bisa terbagi merata kepada rakyat. Sejak 2004 ia memasarkan gagasannya; mengajak diskusi banyak orang dan melakukan uji coba dengan beberapa kelompok tani di Adonara. Banyak orang menganggap mimpinya terlalu mengada-ada, bahkan ada yang mencobanya tetapi gagal.
Kamilus nyaris berputus asa. Menjelang Hari Raya Paskah 2010, sekelompok anak muda dari Karang Taruna Desa Tuwa Goetobi meminta Kamilus menghidupkan kembali gagasannya. Karena keyakinannya yang mulai pudar akan keberhasilan penerapan gagasan itu, ia memberi syarat dalam waktu satu hari para pemuda harus bisa mengumpulkan 30 orang untuk pertemuan awal. Satu malam kemudian, 32 orang pemuda hadir dalam rapat, mendengarkan presentasi gagasan Kamilus. Mereka sepakat menamakan organisasi mereka Kelompok Tani Lewowerang (KTL).
Ia memimpikan suatu saat nanti kartu anggota KTL berfungsi layaknya uang. Cukup dengan menunjukkan kartu itu, anggota bisa memberi barang atau jasa dari anggota lainnya, mirip kartu kredit.
Kini, anggota Kelompok Tani Lewowerang sekitar 400-an orang, tersebar di Adonara, Larantuka, Lewolewa, bahkan Malaysia dan Papua. Selain kantor pusat di Desa Tuwa Goetobi, KTL telah membuka 3 kantor cabang, yaitu 2 di Desa Pledo, 1 di Desa Lamabunga. Dalam waktu setahun, modal koperasi telah mencapai Rp100 juta. Sepintas KTL seperti koperasi pada umumnya.
Setiap anggota wajib menyetor Rp100.000 untuk simpanan pokok, Rp10.000 per bulan simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Tidak seperti umumnya koperasi, KTL menolak disebut koperasi. Menurut Kamilus, praktik koperasi, terutama koperasi simpan pinjam di Indonesia menyesatkan. Untuk meningkatkan hasil usaha, anggota didorong terus meminjam, meski pinjaman itu untuk kebutuhan konsumtif. Alih-alih mensejahterakan rakyat, koperasi justru menyebabkan anggotanya terlilit utang sehingga menjual aset.
Untuk menghimpun modal tanpa menyebabkan anggota terlilit utang, KTL menyediakan sejumlah layanan, antara lain Penyertaan Modal Usaha, Simpan Pinjam Tenaga Kerja, Pembelian Komoditi Anggota, Kios Koperasi, Tabungan Pendidikan, dan Grup Pemadam Kebakaran.
Gagasan Kamilus dengan KTL-nya sangat cemerlang. Hal ini karena secara sederhana mampu mengatasi problem perekonomian mente, mengatasi kelemahan koperasi kredit, memodernkan tradisi gemohing (gotong royong) yang sangat kuat di Adonara, membuktikan bahwa sistem ekonomi yang didasarkan pada solidaritas antarwarga sangat mungkin untuk dipraktikkan, dan menerapkan prinsip local exchange trading system (LETS).
- Tunas Mekar
Semangat, kerja keras, keuletan, serta inovasi dan kreativitas merupakan kunci keberhasilan Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yang merupakan salah satu program unggulan Pemerintah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Pendapat tersebut diungkapkan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mujangga Amertha Giri Banjar Belulang Desa Sepang Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng I Wayan Wardana ditemui di lokasi Simantri 067.
Wardana adalah ketua Gapoktan yang beranggotakan 13 kelompok tani atau 361 Kepala Keluarga merupakan salah satu pengelola Simantri yang cukup berhasil mengangkat perekonomian para petani yang tergabung di dalamnya. Menurut Wardana, keberhasilan yang diraih oleh Simantri 067 tidak dicapai secara instan, tetapi hasil kerja keras dan kesungguhan seluruh anggota.
Wardana berkeyakinan, Simantri yang dikelola dengan setengah hati tidak akan membuahkan hasil maksimal. Selain itu, pengelolaan Simantri juga membutuhkan kreativitas, inovasi serta semangat kewirausahaan.
Melalui hasil uji coba serta mencari berbagai informasi di internet untuk pengembangan Simantri yang dikelolanya. Alhasil, Simantri Kambing yang dikembangkan sejak 2011, saat ini telah menghasilkan berbagai produk olahan sampingan berbahan dasar susu kambing etawa, di antaranya sabun padat, sabun cair, dan kerupuk susu kambing.
Tak puas sampai di sana, Simantri 067 mulai uji coba membuat lulur dan handbody lotion berbahan dasar susu kambing. Seluruh produk tersebut dikombinasikan dengan sejumlah hasil komoditas pertanian lainnya, seperti pepaya, lidah buaya, cokelat, kopi, sereh, mengkudu, dan stroberi.
Selain itu, Simantri 067 juga menghasilkan produk susu kambing segar. Pemasaran berbagai pronduk itu telah tersebar di seluruh Bali, Banyuwangi, hingga Malang. Pangsa pasar menurutnya masih sangat terbuka karena makin meningkatnya permintaan.
Sementara hasil sampingan seperti bio urine, biogas serta pupuk selama dimanfaatkan maksimal oleh anggota Gapoktan. Pupuk dan biourine dimanfaatkan untuk petani dalam pengelolaan 110 hektare tanaman kopi robusta yang merupakan salah satu hasil pertanian andalan kawasan tersebut.
- TUAI
Kelompok TUAI adalah kelompok perempuan yang berada di Kampung Oransbari, Distrik Oransbari, Kabupaten Manowari, Papua Barat. Dibentuk pada 21 September 2010 oleh suatu proyek dari pemerintah untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Memiliki modal usaha dari hibah program PNPM Pertanian.
Usaha kelompoknya adalah pengolahan minyak kelapa yang menggunakan bahan baku lokal. Minyak yang dihasilkan dijamin sehat karena tidak menggunakan zat pewarna. Selain manfaat ekonomi yang dirasakan anggotanya, juga manfaat sosial seperti bertambahnya pengalaman berorganisasi dan bertambahnya keterampilan.
Kelompok TUAI mempunyai jadwal kerja mingguan dan jadwal pertemuan bulanan. Sudah mempunyai rencana anggaran secara tertulis. Pengurus kelompoknya adalah orang asli setempat bernama Monika Woof dan Laurina Sayori. Kelompok ini juga di dukung oleh kepala kampung yang bernama Apolos Sayori.
Pelatihan yang telah diterima oleh kelompok ini salah satunya adalah pelatihan teknis membatik, membordir, dan teknis pertanian. Sementara itu, nonteknis meliputi manajemen usaha, pemasaran, pengemasan, dan pelabelan.
Kelompok TUAI juga telah menularkan keterampilannya ke kelompok lain dalam satu desa. Mereka diminta menjadi narasumber untuk kampung lain. Ada kelompok yang datang untuk belajar dan sebagai motivasi untuk kelompok lain.
Pengolahan minyak kelapa kelompok ini lebih berhasil dibanding kelompok lain, di mana sudah memiliki pembukuan secara rapi dan mempunyai buku tabungan (rekening kelompok). Hasil olahan minyak kelapa ini telah dimanfaatkan oleh semua anggota kelompok dan juga masyarakat sekitar telah mengikuti jejak kelompok ini.
Kategori Individu
- Madya Putri Andang
Ide merintis kerajinan tangan dari karung goni muncul lantaran Madya Putri Andang tergugah ketika melihat anak-anak lulusan sekolah berkebutuhan khusus, sulit mencari pekerjaan. Anak bungsunya juga bersekolah di sekolah anak-anak berkebutuhan khusus.
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang dokter gigi, Madya mengelola usaha mikro, kecil dan menengah kerajinan tangan berbahan dasar karung goni. Ibu dua anak itu juga aktif melatih ibu rumah tangga, anak berkebutuhan khusus, dan siapa saja yang ingin belajar membuat kerajinan tangan.
Sejak merintis usaha ini empat tahun lalu, kini sekurangnya 25 anak penyandang tunarungu di Jakarta Selatan dan Depok bergabung dengannya. Beragam pola kerja dilakoni anak-anak itu. Ada yang bekerja di rumahnya selama delapan jam sehari. Ada pula yang mengerjakan kerajinan di rumah masing-masing, lalu menyetorkannya setelah jadi.
Anak-anak tunarungu yang bekerja di tempat itu pun bisa menyalurkan bakatnya dalam bidang menjahit. Mereka diberi upah Rp25.000 per hari. Uang sebesar itu sangat bermakna bagi anak binaannya untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan, ada salah seorang di antaranya bisa menyisihkan sebagian untuk persiapan biaya kuliah.
Langkah yang dilakukan sarjana kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, itu berawal dari hobinya merajut. Sejak muda, ia memang gemar belajar merajut secara otodidak. Selain itu, ia sering mengamati produk kreatif kerajinan tangan saat berjalan-jalan di pusat perbelanjaan.
Benda kerajinan yang dilihat itu, setelah tiba dirumah, kemudian berusaha ia tiru kreasi sembari memodifikasi bentuk dan sebagainya. Ide untuk memodifikasi itu biasanya muncul dari majalah yang ia lihat atau saat berselancar di internet.
Garasi mungil di rumahnya pun berubah fungsi menjadi laboratorium percobaan untuk menciptakan berbagai kreasi. Di situ ia mencuci, menjemur, dan mengolah karung goni buluk menjadi bahan yang layak untuk memproduksi berbagai kerajinan.
Prosesnya, lembaran karung goni itu dicuci dengan cairan khusus supaya lebih bersih dan steril. Setelah dijemur sampai kering, karung goni itu dirajut menjadi tas jinjing, tas selempang, wadah selampai, penjepit rambut, bros, taplak meja, dompet, dan penutup baju.
Belakangan, pasar menyambut positif barang kreasinya itu. Apalagi, ia juga rajin mengikuti sejumlah pameran yang diselenggarakan Kota Jakarta Selatan ataupun Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta.
Pemasaran produk itu kemudian menyebar ke sejumlah wilayah di Tanah Air. Setelah sejumlah daerah dijelajahi, produk kreasi ibu dokter ini akhirnya berhasil merambah pasar mancanegara, seperti Jerman, Hongkong, dan Uni Emirat Arab.
Pencapaian itu pula yang mengantarkannya meraih Juara I Produk Unggulan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) Tingkat Nasional 2014. Sebelumnya, ia juga meraih penghargaan Women Entrepreneur dari Yayasan Kuala Swadaya 2013.
Mempekerjakan dan membina anak tunarungu yang belum memiliki keahlian menjahit tentu bukan perkara mudah. Madya harus ikut mempelajari bahasa isyarat. Itu dilakukannya selama tiga bulan agar bisa dipergunakan untuk berkomunikasi. Setelah lancar berkomunikasi, proses transfer ilmu pun berjalan lancar.
Anak-anak itu mampu menyerap materi pelajaran dengan cepat. Bahkan, mereka memiliki cita rasa seni bagus dan acap kali berimprovisasi dalam kreasi. Kini, anak didiknya itu bisa melakukan proses produksi sejak awal hingga akhir tanpa panduan. Mereka bisa membuat pola, memotong, menjahit, hingga menyelesaikan berbagai jenis kerajinan tangan.