Keluarga Disabilitas Ciptakan Keberlanjutan Ekonomi Berkat Bantuan Babi

Di tengah tantangan hidup, keluarga penyandang disabilitas di Kampung Nggepis, Desa Nao, Kecamatan Satar Mese Utara, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) menemukan harapan baru dan keberlanjutan ekonomi berkat bantuan babi dari Yayasan Bina Swadaya. Dengan dukungan ini, mereka berhasil mengubah kehidupan dengan memulai usaha budidaya sayuran.

Stefanus Batuk, orangtua Natalia Mayora Daiman (7) dengan down syndrome penerima bantuan babi untuk menopang perekonomian keluarganya. Kotoran babi telah menyuburkan kebun sayuran menjadi lebih produktif, bahkan menjadi sumber pendapatan bagi mereka. Penyerahan bantuan ternak babi yang dilakukan pada Februari 2021 bertujuan untuk memberdayakan keluarga-keluarga penyandang disabilitas agar mampu meningkatkan perekonomian. Stefanus bersama sang istri sehari-hari mengolah sayuran dan cengkeh di pekarangan rumahnya.

“Kami berbagi tugas, istri saya bertanggung jawab merawat kebun sayuran. Usaha sayuran ini telah menjadi salah satu penopang ekonomi kami. Dalam satu musim tanam (setiap 4 bulan) omzet penjualan dari 3 jenis sayuran bisa mencapai Rp1,2 juta,” kata pria yang tergabung dalam Kelompok Disabilitas Desa (KDD) Moeng Mose Paroki Santo Pio Langke Majok.

Tak hanya mengandalkan usaha sayuran, Stefanus dan sang istri kerap bekerja sebagai buruh harian mengolah lahan hingga membersihkan rumput di kebun milik petani lain dengan upah Rp50.00 per hari. Di sela-sela itu, ia juga menjadi tukang ojek dengan penghasilan sebesar Rp50.000 sehari.

Adapun sayur-sayuran yang ditanam meliputi wortel, sawi dan tomat. Baginya, penghasilan yang ia dapat dari bertani sayuran dengan lahan berukuran 2 are ini mampu menopang kebutuhan keluarga, khususnya membeli susu Natalia, menabung dan membayar cicilan di koperasi.

Perekonomian kembali diuji Ketika wilayah mereka dilanda kekeringan pada pertengahan 2022 hingga 2023. Musim kemarau berkepanjangan menyebabkan hasil panen sayuran menurun drastis. Kondisi ini membuat Stefanus terpaksa menjual babi bantuan dengan harga Rp4 juta untuk membeli bibit babi baru dan membiayai urusan adat, mengharuskan setiap warga baik keluarga atau sahabat melakukan pengumpulan dana untuk menyumbang perkawinan dan pendidikan.

Tantangan perubahan iklim yang berdampak pada kekeringan di NTT membuat warga sulit membudidayakan sayuran. Belum lagi masalah munculnya penyakit yang mematikan pohon pisang di hampir seluruh desa di Kecamatan Satar Mese Utara. Padahal batang dan buah pisang biasa dimanfaatkan warga sebagai pakan babi. Pihaknya berharap Yayasan Bina Swadaya bisa memberikan pelatihan bertani dengan mengadopsi strategi adaptasi perubahan iklim, agar warga bisa menghasilkan sayuran setiap musim tanam.

“Bantuan babi yang kami dapatkan dari Bina Swadaya dengan harga beli sekitar Rp1.200.000 pada 2021 telah berkontribusi menambah penghasilan keluarga hingga Rp7.500.000. Jika ditambah dengan hasil penjualan sayuran maka penghasilan yang kami peroleh sangat membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Kami sangat bersyukur karena Bina Swadaya memperhatikan kesejahteraan keluarga penyandang disabilitas,” ucapnya haru.

Hal senada juga dirasakan oleh Matias Jelahu, ayah dari Maria Solania Minung (23) yang mengalami gangguan mental. Sejak menerima bantuan babi dari Yayasan Bina Swadaya tahun 2021, sudah 3 ekor babi yang dijual dengan harga Rp3.000.000 per ekor. Selain memelihara babi, Metias dan sang istri menanam terong, sawi dan kastela di belakang rumah untuk dikonsumsi sehari-hari dan sebagian dijual. Kotoran babi yang dimanfaatkan sebagai pupuk untuk sayuran menghasilkan sayuran dengan kualitas baik. Hasil dari menjual sayuran digunakan mereka untuk menambah pendapatan keluarga. “Kami memohon dukungan dari Yayasan Bina Swadaya untuk memberikan kami pelatihan budidaya sayuran baik baik di musim kemarau dan juga musim hujan agar hasil panen optimal. Karena tantangan kami saat ini adalah kondisi cuaca yang tak lagi menentu sehingga susah untuk menentukan waktu tanam,” pintanya.



Tinggalkan Balasan