- November 15, 2022
- Posted by: Astri
- Categories: Artikel, BBWH
Keprihatinan terhadap ancaman krisis pangan global dan krisis iklim kian nyata. Kondisi krisis pangan dan iklim yang ekstrem bisa menyebabkan masalah kesehatan akibat kebutuhan nutrisi yang tak tercukupi. Belum lagi dampak negatif lainnya yang berimbas pada meningkatnya malnutrisi, perubahan pola makan yang tidak ramah lingkungan terhadap bumi, serta meningkatnya emisi gas rumah kaca.
Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat sekitar 768 juta orang mengalami malnutrisi di seluruh dunia. Sementara itu, 17% produksi pangan global justru terbuang dari seluruh produksi pangan dunia.
Buangan makanan ini menyebabkan 10% produksi gas efek rumah kaca yang merupakan salah satu penyebab krisis iklim (UNEP, 2021). Krisis iklim menurunkan kapasitas untuk menghasilkan pangan sehingga potensi malnutrisi semakin mengkhawatirkan.
Pada pertemuan KTT G7 Sesi II mengangkat topik Ketahanan Pangan dan Kesetaraan Gender yang digelar di Jerman, (27/6/22) Presiden Joko Widodo menyebutkan, menurut World Food Programme, 323 juta orang di 2022 terancam menghadapi kerawanan pangan akut.
Indonesian Tempe Movement sebagai sebuah solusi
Bagi sebagian orang, tempe kerap dianggap sebagai makanan tradisional, kampungan, dan kuno. Padahal, tempe tinggi protein dan terjangkau. Namun, bagi Amadeus Driando Ahnan-Winarno, tempe adalah superfood asli Indonesia.
Kepopuleran tempe di kancah internasional tak terlepas dari peran Indonesian Tempe Movement, sebuah gerakan yang diprakarsai oleh keluarga ilmuwan pangan. Bersama sang Kakek, Florentinus Gregorius Winarno dan sang Ibu Wida Winarno, tiga generasi ini memopulerkan tempe ke kancah internasional. Semangat ini mereka wujudkan dengan mendirikan Indonesian Tempe Movement pada 2014.
“Kita butuh memecah rantai ini dengan sebuah solusi. Saya ingin memberikan kontribusi lewat ilmu yang saya punya. Saya melihat tempe sebagai sebuah solusi mengatasi permasalahan krisis pangan dan krisis iklim. Ini yang membuat saya melirik tempe,” kata Co-Founder Indonesian Tempe Movement Driando pada Bincang-Bincang Wisma Hijau bertema “Bersatu Bangun Bangsa, Pangan lokal Atasi Krisis Global” yang digelar secara virtual, Jumat (28/10).
Diakuinya, saat ini seluruh dunia orang-orang mulai melihat potensi tempe. Melalui Indonesian Tempe Movement, dirinya coba mengomunikasikan tempe bisa dikreasikan tanpa batas menjadi berbagai bentuk olahan.
Baginya, Indonesian Tempe Movement merupakan wadah berbagi pengetahuan dan pelatihan sebagai upaya menggali potensi tempe lokal bisa mendunia. Tempe memiliki segudang manfaat melimpah. Bahkan, ia menegaskan tempe memiliki potensi sebagai sumber utama protein mengalahkan produk peternakan.
“Tempe adalah proses fermentasi kacang-kacangan yang diolah dengan waktu sangat cepat yakni 2 hari sehingga prosesnya sangat efisien. Tempe berpeluang menjadi makanan terjangkau untuk mencapai potensi kesehatan dan kecerdasan bangsa yang ramah lingkungan. Tempe menjadi makanan nabati satu-satunya yang mengandung vitamin B12,” terang Driando yang akrab dipanggil Ando.
Dijelaskan, tempe per 1 unit energi (MJ) bisa menghasilkan 17,3 gram protein, sedangkan daging sapi per 1 unit energi (MJ) menghasilkan 4,4 gram protein. Artinya, efisien energi tempe 4 kali lipat lebih rendah dari daging sapi. Sementara itu, dari sisi keterjangkauan, harga tempe lebih murah 8 kali dibandingkan harga daging sapi.
“Tempe itu bernilai gizi tinggi, ramah lingkungan, dan terjangkau. Tempe tidak hanya terbuat dari kacang kedelai. Banyak kacang-kacangan dan biji-bijian yang bisa dijadikan tempe seperti garbanzo, kacang hitam, kacang merah, gandum, beras, kacang polong, kacang hijau, kacang koro, dan masih banyak sekali yang kacang-kacangan yang bisa dijadikan tempe. Mari kita menempe,” jelasnya.
Melimpahnya gizi pada tempe, Driando menyebut tempe memiliki potensi menjadi sumber utama protein, mengalahkan peternakan pada masa mendatang.
“Saya ingin mengedukasi orang-orang bahwa tempe ini adalah sumber protein yang ramah lingkungan, bergizi tinggi dengan harga yang terjangkau. Indonesian Tempe Movement menjawab panggilan hidup saya. Saya ingin hidup saya berguna. Kalau kita mempromosikan tempe, kita memberikan akses kepada makanan bergizi yang ramah lingkungan dan harga terjangkau,” tuturnya.
Indonesian Tempe Movement telah berkolaborasi di 14 negara dengan cakupan kegiatan yang juga sangat luas. Indonesian Tempe Movement juga sering menggelar workshop tempe, mulai dari cara membuat tempe, diplomasi pangan, edukasi, penelitian hingga seminar-seminar yang membahas tempe.
“Sebagai orang Indonesia kita wajib mencoba membuat tempe. Karena ini adalah teknologi nenek moyang, di mana kita bisa memproduksi makanan sendiri di rumah dalam waktu dua hari. Tempe merupakan akar dari banyak sekali inovasi. Tempe bisa menjadi solusi ketahanan pangan lokal dan dunia,” tegasnya.
Indonesian Tempe Movement memiliki 3 prinsip utama yakni koneksi, pemberdayaan, dan edukasi. Indonesian Tempe Movement menghubungkan banyak pihak mulai dari KBRI, KJRI, hingga tokoh masyarakat untuk menyebarluaskan potensi tempe.
Indonesian Tempe Movement juga memberdayakan masyarakat, agar setiap orang bisa memproduksi makanannya sendiri dengan sangat murah dan sehat.
“Dari segi edukasi, selama pandemi Covid-19, kami membawa laboratorium pembuatan tempe ke sekolah-sekolah. Tujuannya adalah memperkenalkan cara membuat tempe ke anak-anak sekolah. Ini kami lakukan tidak hanya di Indonesia tetapi di beberapa negara,” tuturnya.
Melalui promosi dan proteksi, kita bisa menciptakan pengakuan, tempe berasal dari Indonesia. Bahkan, UNESCO menyatakan tempe sebagai warisan budaya tak benda (Intangible Cultural Heritage).
“Paradigma bahwa tempe adalah makanan kecil, tradisional, gak keren. Citra tempe ini perlu kita ubah sebagai makanan yang protein tinggi. Saya ingin mengubah bahwa makan tempe itu keren, terutama di kalangan generasi muda. Indonesian Tempe Movement fokus pada tempe sebagai proses atau teknologi yang diciptakan nenek moyang. Kami mengajak semuanya untuk bersatu dalam #TempeMovement karena kita harus bangga menjadi bangsa tempe,” tutup Ando.