Cegah Stunting untuk Wujudkan Generasi Masa Depan Berkualitas

Di Indonesia dan juga di dunia, stunting masih menjadi masalah serius. Permasalahan stunting menjadi salah satu indikator yang harus dicapai dalam tujuan kedua Sustainable Development Goals (SDGs). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018, angka stunting nasional mengalami penurunan dari 37,2% pada 2013 menjadi 30,8% pada 2018. Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019, angka ini menurun menjadi 27,7%. Penurunan angka stunting telah dinyatakan sebagai Program Prioritas Nasional.

Saat ini Pemerintah terus bergerak menata perangkat pelaksanaan percepatan pencegahan stunting dan menyusun Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) 2018—2024. Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024 juga menetapkan target angka stunting nasional turun mencapai 14%. Tentu bukan hal yang mudah, apalagi 2020—2021 ini ada pandemi COVID-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia. Kegiatan Posyandu sebagai garda terdepan untuk memantau pertumbuhan balita dihentikan beberapa saat sehingga ada jeda waktu dalam pemantauan tumbuh kembang balita.

Dalam rangka Hari Anak Nasional yang diperingati tiap 23 Juli, serta untuk mewujudkan generasi muda sebagai sebagai agent of change—generasi masa depan berkualitas dan terbebas dari stunting, Trubus Bina Swadaya melalui diskusi Bincang-Bincang Wisma Hijau mengangkat tema “Pencegahan Stunting untuk Masa Depan Anak yang Berkualitas”.

Plt. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Lalu Makripuddin menyampaikan bahwa penanganan stunting bertujuan untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia. Pemerintah menyadari perlunya upaya mengatasi stunting untuk meningkatkan kualitas manusia di Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

“Penanganan stunting perlu melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, BUMN, NGO/LSM, lembaga internasional, hingga masyarakat. Penanganan stunting dilakukan dengan penguatan sinergi antarprogram hingga ke level desa,” tutur Lalu.

Pada kesempatan yang sama Country Director Indonesia of Nutrition International, Sri Kusyuniati mengatakan, ada kaitan erat antara anemia dan stunting. Oleh karena itu, pencegahan dilakukan dengan mengedukasi remaja agar memahami dan dapat mencegah stunting sejak dini.

Sri menegaskan bahwa anemia memiliki dampak serius. Bagi remaja putri yang akan menjadi calon ibu, anemia dapat menyebabkan risiko perdarahan. Selain itu, anemia juga dapat menyebabkan bayi yang dilahirkan mengalami stunting.

“Remaja putri diharapkan dapat memperhatikan pola gizi seimbang dengan cara mengonsumsi asupan nutrisi yang optimal, terapkan gaya hidup sehat dan tidak lupa melakukan aktivitas fisik setiap hari,” papar Sri.

Dirinya juga mengingatkan bahwa setiap puskesmas telah menyediakan layanan pemeriksaan dan obat gratis untuk penderita anemia. Oleh karena itu, penting bagi remaja melakukan pemeriksaan rutin untuk mencegah anemia sekaligus stunting sejak dini. (Astri)