- Juni 19, 2012
- Posted by: andriansyah
- Categories: Artikel, Peristiwa, Profil Kemandirian
Tidak hanya sebuah kegembiraan yang menyelimuti Bambang Ismawan dan Bina Swadaya setelah menerima Penghargaan sebagai Social Entrepreneur of The Year 2006. Namun, sebuah kegundahan terkeruak untuk mendorong wirausahawan sosial bergerak bersama memberantas kemiskinan. Kegundahan tersebut semakin tertumpuk ketika melihat kenyataan kemiskinan di Indonesia melonjak hingga 17,8% penduduk Indonesia. Sayangnya, pemerintah juga tidak mampu menyelesaikan permasalahan tersebut dengan kebijakan ekonominya. Setidaknya kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah lebih berorientasi pada kebijakan makro yang tidak menyentuh sendi ekonomi rakyat.
Tak hanya Bambang Ismawan, Gus Dur dan Ahmad Syafii Ma’arif sebagai perwakilan dari elemen masyarakat sipil juga merasakan kegundahan yang serupa. Gus Dur dalam sambutannya menyebutkan pemerintah lebih menekankan pada pertumbuhan dan bukan pada pemerataan.
Akibatnya, hanya pundi-pundi kelompok tertentu saja yang dipenuhi. Sedangkan kelompok masyarakat secara umum malahan semakin menderita. Kegundahan Gus Dur tersebut semakin mewujud ketika melihat ketiadaan kredit dalam skala mikro bagi pengusaha-pengusaha mikro yang menopang sendi ekonomi masyarakat.
Dalam kesempatan yang sama, Syafii Maarif mengutarakan ada pergulatan keras antara laku dan kata dalam bangsa Indonesia. Pemerintah dan birokrasi lebih banyak mengeluar-kan kata ketimbang mewujudkan laku secara nyata dalam kebijakan. Ketiadaan laku nyata itulah yang membuat kemiskinan di Indonesia tak kunjung terselesaikan.
Kemiskinan di Indonesia tak kunjung diselesaikan karena ketiadaan kebijakan ekonomi yang menyentuh ekonomi masyarakat secara langsung. Kegiatan ekonomi di sektor infor-mal yang ditekuni oleh sebagian besar masyarakat indonesia malahan tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah. Permasalahan mereka terserak mulai dari ketiadaan modal, pemasaran hingga perlindungan terhadap usaha mereka.
Jika bukan sebuah tragedi maka realitas yang semakin terpinggirkannya sektor ekonomi informal merupakan bukti ketidak-seriusan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Sektor ekonomi Informal bak Anak Haram hingga tak ada yang mau mengasuhnya. Dunia usaha dimana perbankan juga salah satunya menjauhi sektor informal atau bahkan menyingkirkannya. Setidaknya hanya BRI yang memberikan kredit kepada sektor usaha informal yang sebagian masih dalam skala mikro.
Berbagai permasalahan tersebut dikristalkan oleh Gus Dur, Syafii Ma’arif dan Bambang Ismawan dalam sebuah penyikapan bersama yang disebut Seruan Cimanggis. Seruan tersebut merupakan sebuah kesepakatan untuk menjadikan tahun 2007 sebagai Tahun Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberantasan Kemiskinan. Tidak hanya berhenti disitu saja, melalui kesepakatan tersebut juga merupakan tekad bersama untuk mesinergikan gerakan pemberantasan kemiskinan antara elemen masyarakat.
Pasca Seruan Cimanggis, Bina Swadaya sedang mendorong sebuah gerakan bersama melawan kemiskinan dengan melibatkan deklarator seruan cimanggis. Gerakan tersebut berusaha untuk menumbuhkembangkan sektor perekonomian rakyat. Kemiskinan harus diberantas dengan gerakan secara menyeluruh dan bersifat lokal. Oleh karena gerakan bersama tersebut direncanakan dengan melibatkan elemen masyarakat di tingkat akar rumput dan memperhatikan potensi lokal yang dimiliki masyarakat. (gm)
Artikel ini dapat Anda dapatkan di Buletin Bina Swadya edisi Februari 2007, dan dapat di download di sini : Download Buletin