Dorong Usaha Mikro!

OLEH: WHENY HARI MULJATI

Bambang Ismawan,

Sosok ini tak sekadar identik dengan Trubus. Kiprahnya sejak puluhan tahun lalu telah terbukti berdampak pada nasib jutaan wong cilik. Kini, kendati usianya sudah menginjak tahun ke-71, lelaki bersahaja ini masih juga berkarya. Ia antara lain terus menyerukan kepada berbagai pihak agar terlibat dalam pengembangan usaha mikro.

“Sebenarnya, dalam struktur perekonomian Indonesia, pelaku usaha terbesar berasal dari sektor usaha mikro. Jumlahnya mencapai 98,9%, atau sekitar 50.700.000 pelaku usaha,” papar Bambang Ismawan kepada SH di kantornya yang asri, di Wisma Hijau, Cimanggis, Depok, akhir pekan lalu. Sisanya, yang merupakan gabungan dari pelaku usaha kecil, menengah, dan usaha besar, termasuk konglomerasi, jumlahnya 1% saja, lanjut Bambang.

“Jadi, sebenarnya para pelaku usaha mikrolah yang saat ini paling membutuhkan perhatian, karena mereka umumnya dalam kondisi miskin,” tutur Bambang dengan nada prihatin. Oleh karena itu, menurut Bambang, perhatian kepada usaha mikro kini sangat penting, karena jenis usaha ini punya potensi berkembang cepat.

Mengutip Mat Syukur, 2002, Bambang mengatakan bahwa pendapatan pelaku usaha mikro yang memperoleh pelayanan keuangan akan meningkat per bulan rata-rata 87,34%, sementara bila tidak diberdayakan, usaha ini sebaliknya, akan menimbulkan kemiskinan yang makin besar dan dapat menjadi beban seluruh bangsa.

Menurut Bambang, tak mengherankan bila masalah kemiskinan di Indonesia tak kunjung usai sekalipun banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah mengupayakan pemberdayaan. Sebabnya, tentu karena selama ini bantuan terhadap pelaku usaha kurang tepat sasaran.

“Bantuan selama ini umumnya ditujukan untuk usaha kecil dan menengah, padahal jumlah dan peran mereka tidak signifikan dibanding pelaku usaha mikro,” ujar Bambang.

LSM Terbesar

Melihat kenyataan inilah, lelaki yang sempat menuai berbagai penghargaan karena kiprahnya membantu kemandirian wong cilik (rakyat kecil) ini, di usia senjanya kini makin tergugah mengajak berbagai pihak agar bahu-membahu mendorong keswadayaan di kalangan marginal. Tujuannya, agar mereka dapat lepas dari kemiskinan dan mampu hidup mandiri.

Peraih penghargaan Social Entrepreneurship of The Year dari Ernest & Young (2006) dan Sang Pemula Award dari Yayasan Newseum (2008) ini sendiri memulai inisiatif praktik keswadayaan masyarakat di Indonesia pada 40 tahun lalu, melalui organisasi pemberdayaan yang berkelanjutan: Yayasan Bina Swadaya.

Yayasan yang dibentuk 24 Mei 1967 dengan nama Ya­yasan Sosial Tani Membangun ini awalnya bertujuan menjawab kebutuhan petani di pedesaan akan pendidikan, informasi, dan akses terhadap barang dan jasa.

Dalam rangka mening­kat­kan kemampuan pendampingan, yayasan ini juga mela­ku­kan berbagai pelatihan. Bina Swadaya pun dianggap sebagai LSM terbesar di Indonesia, yang telah mendidik 10.000 pemimpin komunitas, mengembangkan lebih dari 12.000 kelompok swadaya masyarakat dengan 3,5 juta anggota, dan telah meluncurkan 650.000 lembaga keuangan mikro dengan 13,5 juta anggota. Di samping itu Bina Swadaya juga dapat melaksanakan program perhutanan sosial dan irigasi terpadu untuk beberapa daerah di Indonesia.

Bina Swadaya yang konon merupakan LSM terbesar di Asia Tenggara ini, kini juga memiliki 17 perusahaan, de­ngan 1.500 pegawai, di an­ta­ra­nya bergerak dalam usaha per­cetakan, penerbitan, agrowisata, dan waralaba toko pertanian. Berbagai unit usaha ini ba­hkan telah mampu menda­nai 95 persen operasional organisasi.

Selain itu, Trubus, majalah pertanian yang merupakan salah satu produk  yayasan ini, oplahnya kini makin meningkat, mencapai 70.000 eksemplar per bulan. Majalah ini juga dikenal sebagai majalah pertanian pertama dan terkemuka di Indonesia.

Welas Asih

Menurut penilaian berbagai pihak, keberhasilan Bina Swadaya adalah berkat ketulusan, konsistensi, dan kesetiaan Bambang mendampingi rakyat kecil.

Mantan Guru Besar ITB, Prof Gede Rake yang mengkaji kepemimpinan di Bina Swadaya mengatakan, “Ada unsur-unsur penting yang menggerakkan Bina Swadaya sehingga kepemimpinannya berhasil, yakni welas asih (compassion), pengetahuan (knowledge), dan jaringan (network), yang ketiganya dige­rakkan oleh integritas.”

Menurut Rake, welas asih atau solidaritas menjadi dasar yang menggerakkan Bina Swadaya sehingga dapat melakukan pendampingan dan membagikan pengetahuan kepada masyarakat dengan tulus. Sementara itu, keberlanjutan sangat ditentukan integritas kepemimpinan. Dengan integritas,  Bina Swadaya terus dipercaya sehingga kerja sama dalam jaringan pertemanan dengan pihak luar pun dapat terus berlanjut hingga saat ini.

Guru Bangsa

Eka Budianta, penulis buku Menuju Indonesia Swadaya, Refleksi Eka Budianta untuk Bina Swadaya mengatakan, Bambang pantas dianggap sosok guru bangsa.  Ini senada dengan pendapat seorang aktivis LSM, Fadjar Nusaswara. Menurutnya, Bambang layak menjadi guru bangsa karena visinya terhadap kemandirian bangsa sangat jelas.

“Yang paling saya ingat adalah falsafah Pak Bambang tentang pohon tumbang,” ungkap Fadjar. Di Wisma Hijau ada pohon tumbang yang dibiarkan hidup. Ajaibnya, pohon itu pun mengeluarkan akar dari batangnya sehingga tetap hidup. “Begitu juga rakyat kecil di Indonesia. Menurut Pak Bambang, bila rakyat diberi cinta yang hidup, mereka pun akan hidup, karena Yang Maha Hidup akan memberinya kehidupan karena cinta kasih sesamanya,” ungkap Fadjar.

Harapan

Bambang berharap dirinya kini dapat terlibat dalam gerakan meningkatkan pemberdayaan masyarakat secara lebih masif. “Gerakan jangan lagi proyek atau program semata, tapi sebaiknya melibatkan semua pemangku kepentingan (multistake­holder) yang saling bersinergi sehingga kemandirian masyarakat dapat tercapai.

Kendati di era Orde Baru dan sebelumnya pihaknya se­ring mendapat kritik dan tantangan, Bambang berharap, kerja sama dengan berbagai pihak dan dengan pemerintah yang selama ini tercipta, dapat makin baik.

“Menurut saya, perlu dibentuk Kementerian Usaha Mikro agar sektor usaha mikro mendapatkan perha­tian yang semestinya,” ujar Bambang kepada SH di akhir perbincangan.

Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/dorong-usaha-mikro/