Mengembalikan Ekosistem Kehidupan di Tanaman Nasional Gunung Gede Pangrango

Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) menjadi salah satu surga alam Indonesia yang terkenal. Terletak di Jawa barat, Gunung Gede Pangrango menjadi tujuan utama bagi para pendaki, peneliti alam, hingga penggemar alam liar. Namun, meningkatnya aktivitas manusia telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem di kawan tersebut, salah satunya penggarapan ilegal.

Kepala Bidang PTN Wilayah I Cianjur, Lana Sari mengungkapkan, upaya merehabilitasi kawasan TNGGP dari penggarapan ilegal terus dilakukan. Salah satu upaya untuk memulihkan ekosistem TNGGP dengan penanaman pohon endemik.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap pemulihan ekosistem Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Medco Foundation dan Medco Energy berkolaborasi dengan Yayasan Bina Trubus Swadaya (YBTS) pada Kamis (7/3/24), melakukan penanaman 5.000 pohon endemik yang meliputi Rasamala, Puspa, Saninten, dan Kisireum yang tersebar di lahan seluas 8.000 hektare. Kegiatan penanaman ini turut dilakukan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Sauyunan Lestari, Volunteer Montana, dan Evergreen.

“Kami berharap dari kegiatan penanaman ini adanya pemulihan ekosistem, seperti tanaman tutupan hutan kembali seperti semula secara otomatis, satwa-satwa, seperti burung-burung kecil hingga primata akan mulai kembali berdatangan,” kata Lana Sari di sela-sela kegiatan penanaman.

Pihaknya berharap, ketika semua kembali pulih, maka habitat rumah bagi perkembangbiakkan satwa lainnya seperti macan tutul jawa hingga elang jawa, akan kembali.

“Di lokasi ini, kami mencoba memulihkan lahan dari bekas penggarapan ilegal, karena masyarakat pernah menggarap di daerah ini, dibantu dengan para stakeholder,” tuturnya.

Pihak TNGGP, juga berupaya melakukan sosialisasi dan meminta masyarakat untuk tidak lagi menanam sayur-sayuran di sini. Perlahan masyarakat mulai sadar dan meninggalkan lahan ini untuk dilakukan penanaman kembali untuk mengembalikan fungsi hutan.

“Ketika masyarakat yang menggarap lahan sudah tidak ada, lahan ini harus segera dipulihkan untuk mengembalikan fungsi hutan,” bebernya.

Beragam jenis tanaman endemik, yang ditanam, lanjut Lana, adalah jenis-jenis tanaman yang buahnya akan dimakan oleh satwa-satwa liar. Selain penanaman, pihaknya bersama para stakeholder juga turut membina kelompok tani hutan untuk merawat tanaman yang tumbuh, tujuannya agar fungsi hutan kembali, sehingga tidak hanya ditanam, tetapi juga perlu dirawat, minimal selama dua tahun. “Kegiatan ini tidak hanya bermanfaat untuk kita, tetapi juga generasi seterusnya, untuk alam, dan satwa-satwa. Tidak hanya kita yang tinggal di bumi ini, tetapi juga ada satwa-satwa, di mana habitatnya perlu kita lindungi,” tutup Lana.



Tinggalkan Balasan