25 OMS Belajar Bisnis Sosial dari Bina Trubus Swadaya

Bisakah organisasi non-profit menjalankan bisnis, bukan hanya untuk bertahan, tetapi juga memperluas dampak sosial? Pertanyaan inilah yang dijawab oleh 25 organisasi masyarakat sipil (OMS) dari berbagai daerah saat mengikuti kunjungan dan bisnis ke unit-unit usaha milik Yayasan Bina Trubus Swadaya dalam kegiatan Business Dialogue Innovation Lab 2025.

Kegiatan ini menjadi ruang belajar dan berbagi pengalaman bagi organisasi non-profit yang sedang menjajaki atau mengembangkan unit bisnis sebagai strategi keberlanjutan.

Dalam sesi bersama Pendiri Yayasan Bina Swadaya, Bambang Ismawan dan Sekretaris Eksekutif Emilia Setyowati, para peserta menyelami proses transformasi lembaga yang berhasil membangun usaha sosial sejal pulihan tahun lalu. Bambang berbagi kisah bagaimana seperti majalah pertanian Trubus (Pengelolaan Pengetahuan dan Penerbitan), Toko Trubus (Agribisnis dan Toko Tanaman), Wisma Hijau (Fasilitas dan Pelayanan), Bina Swadaya Konsultan (Pelatihan, Pendampingan, dan Penelitian), hingga Bank Perkreditan Rakyat/ BPR (keuangan mikro) lahir dari semangat kemandirian.

“Semua dibangun dari nol dengan semangat kemandirian dan keberlanjutan,” ungkap Bambang.

Senada dengan itu, Emilia menekankan pentingnya organisasi bertransformasi menjadi social enterprise yang tangguh dan relevan dengan zaman.

Salah satu penyelenggara, Andisa Rizky, Business Development Associate PLUS, menyampaikan bahwa kunjungan ini menjadi ruang temu bagi NGO/CSO dari latar belakang untuk melihat langsung bagaimana Bina Trubus Swadaya tumbuh secara bertahap dan berkelanjutan.

“Kami berkunjung ke Bina Trubus Swadaya karena lembaga ini adalah contoh nyata NGO yang berhasil mengembangkan unit bisnis dan tetap tumbuh hingga kini. Proses Bina Trubus Swadaya bertumbuh seperti menaiki anak tangga. Tidak instan. Tapi itulah proses yang tidak mengkhianati hasil,” ujarnya.

Ia menambahkan, diskusi ini membuka wawasan bahwa “Unit usaha tak melulu harus berupa produk fisik, tapi juga bisa berbentuk layanan seperti pelatihan, pendampingan, hingga jasa konsultasi,” tambahnya.

Pengalaman ini meninggalkan Kesan mendalam bagi peserta. Vanda dari Yayasan Harapan Ibu Papua, misalnya, mengaku terinspirasi oleh Majalah Trubus yang sudah lama dikenal masyarakat Papua.

“Kami belajar banyak dari proses Bina Trubus Swadaya dan ingin menularkan semangat ini ke Perempuan-perempuan di Papua,” paparnya.

Sementara itu, Yanes Loppies dari Yayasan Walang Perempuan di Ambon mengaku sangat terkesan dengan sosok Bambang Ismawan.

“Beliau sudah lansia, tapi semangatnya luar biasa. Yang paling mengena adalah pesan beliau tentang komitmen. Tanpa komitmen, semua akan sia-sia,” ucapnya.

Ia juga terkesan dengan perjalanan panjang Yayasan Bina Trubus Swadaya, yang berdiri jauh sebelum dirinya lahir dan tetap bertahan sampai hari ini.

“Bina Trubus Swadaya bukan hanya bertahan, tapi terus melahirkan unit-unit bisnis yang berdampak. Saya ingin membawa semangat ini ke teman-teman saya di Ambon,” ucapnya semangat.

Melalui Innovation Lab 2025, para peserta belajar langsung dari praktik nyata pengembangan bisnis sosial. Mereka pulang membawa semangat baru, bahwa bisnis bukanlah sesuatu yang asing bagi organisasi non-profit, melainkan jalan menuju kemandirian dan keberlanjutan.

Kegiatan ini menegaskan satu hal, organisasi non-profit bisa menjadi pelaku bisnis sosial yang kuat, sepanjang dijalankan dengan semangat pemberdayaan dan strategi yang terarah. Seperti pesan Bambang Ismawan, “Bisnis yang dibangun dari semangat pemberdayaan, akan selalu menemukan jalannya untuk bertumbuh dan memberi manfaat.”



Tinggalkan Balasan