Sertifikasi Organik Perlukah? Begini Tanggapan Ahli

Selama pandemi Covid-19, produk organik menjadi komoditas primadona. Kondisi ini mendorong masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat. Presiden Aliansi Organis Indonesia (AOI) yang juga Sekretaris Eksekutif Trubus Bina Swadaya, Emilia Tri Setyowati mengungkapkan kebutuhan produk organik menjadi sangat meningkat, bukan hanya di pasar lokal melainkan hingga ke mancanegara, seperti Uni Eropa dan USA.

“Saat ini kontribusi organik Indonesia ke Uni Eropa hanya sebesar 0,2 persen. Sementara, permintaan masih sangat tinggi. Untuk percepatan ekspor misalnya, serapan produk organik dalam negeri hingga sertifikasi organik kerap kali menjadi momok bagi para produsen dan pelaku ekspor,” kata Emilia ketika membuka diskusi publik Bincang-Bincang Wisma Hijau yang berkolaborasi dengan Kelas Trubus dengan mengusung tema ‘Sertifikasi Organik, Perlukah?’ Jumat, 9 April 2021.

Operation Manager ECOCERT Southeast Asia dan Pacific, J. Indro Surono mengatakan, pertanian organik global berkembang cukup pesat. Tercatat nilai perdagangan organik global mencapai 97 miliar Euro. Dalam 10 tahun terakhir jumlah petani organik di seluruh dunia mencapai 2,8 juta petani. Selain itu, untuk jumlah lahan pertanian organik di seluruh dunia jumlahnya terus meningkat, kini mencapai 71,5 juta hektare. Tercatat sudah 186 negara di seluruh dunia melakukan pertanian organik. Tiga negara yang memiliki lahan pertanian organik terluas adalah Australia dengan 30,6 juta hektare, di posisi kedua Argentina dengan luas lahan mencapai 3,6 juta hektare, kemudian Cina dengan 3,1 juta hektare.

“Kalau kita lihat dari market-nya, terbesar masih di USA, diikuti oleh Germany dan France. Jika Anda ingin bermain ekspor produk organik, pilihan negara USA dan Eropa masih menjadi primadona,” ujar Indro.

Sementara, negara dengan tren pertumbuhan produk organik paling tinggi adalah Prancis sekitar 15,4 persen diikuti oleh Denmark dengan persentase 11,5. Diakui Indro, Switzerland dan Denmark merupakan negara dengan pendapatan per kapita yang dikeluarkan untuk organik terbesar di dunia.

Bagaimana dengan pertumbuhan organik di Asia?

Untuk pertumbuhan organik di Asia, Indro menilai perkembanganya cukup pesat. Berdasarkan data FiBL Survey 2020, Indonesia berada di peringkat ketiga setelah India dan Cina. Pertumbuhan produk organik Indonesia berada di atas Vietnam, Filipina, Kazakhstan, Thailand, Sri Lanka, Pakistan, dan di posisi terakhir ada Timor Leste. Di Indonesia, Indro mengungkapkan ada 10 produk organik unggulan yang terdiri atas kopi, beras, kelapa, buah-buahan tropis, kakao, teh, sayuran, pisang, jeruk, dan produk herbal/rempah.

“(Sebanyak) 90 persen produk organik di Indonesia dihasilkan oleh petani kecil. Hanya sayangnya masih dalam produk mentah dan diproses secara sederhana. Area produksi juga masih didominasi di Sumatera, Sulawesi, Jawa, Bali, dan NTT. Produk organik yang dihasilkan petani dalam negeri diekspor ke USA dan Eropa dan disertifikasi lembaga sertifikasi nasional yang berkolaborasi dengan lembaga sertifikasi internasional,” ungkapnya.

Tren organik di masa pandemi Covid-19

Indro menjelaskan selama pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret 2020, terjadi tren peningkatan permintaan produk organik. Tercatat peningkatan tersebut secara global tumbuh di atas 16 persen pada 2020. Ini terjadi karena selama pandemi Covid-19 masyarakat lebih banyak mengonsumsi asupan makanan dan menjalani pola hidup sehat, salah satunya dengan mengonsumsi produk-produk organik.

Sementara di Indonesia berdasarkan studi yang dilakukan Aliansi Organis Indonesia pada 2020, diketahui bahwa selama pandemi Covid-19 berlangsung, juga terjadi peningkatan konsumsi produk organik di kalangan masyarakat Indonesia.

“Selama pandemi masyarakat Indonesia yang mengonsumsi sayuran organik setiap hari sebesar 27,6 persen, persentase tersebut lebih besar dari masyarakat yang tidak mengonsumsi sayuran organik sekitar 19,51 persen. Selain itu, sebanyak 28,57 persen masyarakat Indonesia menanam sendiri sayuran organik yang akan dikonsumsi. Ini menunjukkan bahwa permintaan konsumen akan produk-produk organik meningkat. Saya yakin, tren ini akan terus meningkat ke depannya,” ujarnya menambahkan.

Perlukah sertifikasi organik?

Menurut Indro, ketika membahas organik, artinya ada produk yang dijual (produsen) dan ada yang membeli (konsumen). Dengan begitu, ada transaksi antara keduanya. Untuk memasarkan produk organik, tentu ada aturan dan standarisasi yang harus dipenuhi. Sertifikasi organik diakuinya merupakan sebuah penjaminan mutu dari produk organik yang dihasilkan produsen ke konsumen yang akan membeli produk. Sebagaimana kita ketahui, produk organik yang sehat dan aman baik untuk manusia dan lingkungan dijual dengan harga yang tinggi.

“Dari sisi produsen, tentu saja mereka harus memproduksi sesuai dengan standar organik yang ditetapkan sehingga mereka bisa menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Sementara, lembaga sertifikasi menjembatani dan memastikan bahwa produk yang dihasilkan produsen merupakan produk asli organik sehingga konsumen percaya,” ucapnya.

Terkait organic guarantee system, Indro menjelaskan ada tiga model penjaminan produk organik. Pertama adalah penjaminan yang dilakukan oleh pihak pertama, yakni petani itu sendiri. Petani menjamin bahwa produk organik yang dihasilkan mereka sesuai dengan standar. Di model pertama ini petani (produsen) dan konsumen saling berinteraksi, bahkan konsumen bisa secara langsung menyaksikan bagaimana petani membudidayakan sehingga timbul kepercayaan dari sisi konsumen. Kondisi ini biasanya terjadi untuk pasar dalam negeri.

Kedua, model penjaminan yang dilakukan oleh pihak kedua, yaitu pedagang/LSM/pemerintah yang menjamin bahwa produk yang dihasilkan petani memang produk organik asli. Pada model kedua ini, diakui Indro, dalam konteks ini biasanya pangsa pasarnya hanya untuk lokal hingga nasional.

Ketiga adalah sistem penjaminan yang diakui oleh mancanegara, yaitu melalui penjaminan pihak ketiga dalam hal ini adalah lembaga sertifikasi yang diberikan mandat oleh lembaga akreditasi untuk melakukan sertifikasi produk organik berdasarkan aturan dan standar yang ditetapkan oleh negara asal dan negara tujuan ekspor. Sistem penjaminan pihak ketiga ini biasanya dikhususkan untuk pangsa pasar nasional dan internasional. Diakui Indro, khusus untuk pasar internasional hanya sertifikasi pihak ketiga yang diakui.