Berhasil tidaknya program pemerintah dalam pembangunan desa dapat tercermin dari hasil pendataan Potensi Desa (Podes). Pendataan Podes sendiri dilakukan setiap tiga kali dalam sepuluh tahun, mendahului kegiatan Sensus Penduduk. Pendataan terakhir yang dilakukan adalah tahun 2011, 2014, dan 2018.
Tujuan pendataan Podes 2018, selain mengumpulkan informasi dasar untuk Sensus Penduduk 2020, juga menghasilkan data potensi desa berupa data sosial, ekonomi, sarana dan prasarana wilayah, klasifikasi/tipologi desa dan melengkapi data guna membentuk indeks pembangunan desa (IPD).
IPD adalah indeks komposit yang menggambarkan tingkat kemajuan atau perkembangan desa, dengan skala 0–100. IPD diukur dengan menggunakan lima dimensi, yaitu ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, aksesibilitas/transportasi, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintah. IPD membagi desa menjadi tiga kategori, yaitu desa mandiri, desa berkembang, dan desa tertinggal. Semakin tinggi IPD menunjukkan semakin mandiri desa tersebut.
Di Jawa Barat, pendataan Podes 2018 mencakup 5.312 desa dan 645 kelurahan. Podes juga mencatat sebanyak 627 kecamatan dan 27 kabupaten/kota. Dibandingkan dengan keadaan 2014, terjadi kemajuan yang cukup baik di Jawa Barat. Hal ini terlihat dari kenaikan nilai seluruh dimensi penyusun IPD Jawa Barat.
Dimensi yang paling tinggi kenaikannya adalah Dimensi Pemerintahan Desa, sebesar 5,83 poin, yaitu dari 73,92 (2014) menjadi 79,75 (2018). Sedangkan dimensi yang paling rendah kenaikannya adalah Dimensi Pelayanan Dasar, sebesar 0,96 poin, dari 68,4 (2014) menjadi 69,36 (2018).
Dari hasil Podes 2018 terlihat bahwa dimensi infrastruktur di Jawa Barat masih membutuhkan perhatian. Nilai dimensi infrastruktur merupakan nilai terkecil dibandingkan dengan dimensi lainnya. Peningkatan infrastruktur dapat dimulai dari pengadaan infrastruktur ekonomi, infrastruktur energi, infrastruktur air bersih dan sanitasi, serta infrastruktur komunikasi dan informasi.
Pada 2018, jumlah desa tertinggal berkurang sebanyak 74 desa (76,29 persen) bila dibandingkan tahun 2014. Sementara itu, Desa Mandiri bertambah sebanyak 596 desa (99,67 persen). Walaupun terjadi peningkatan jumlah desa mandiri serta penurunan jumlah desa tertinggal, pemerintah Jawa Barat belum boleh merasa puas, karena kemajuan yang terjadi masih dibawah rata-rata nasional. Jumlah desa mandiri di Indonesia meningkat hingga 200 persen, yang artinya provinsi lain melakukan kemajuan dua kali lebih cepat dibandingkan dengan Jawa Barat dalam usaha pembangunan desa mandiri.
Untuk Kabupaten Bandung yang memiliki desa/kelurahan terbanyak ke-11 di Jawa Barat dengan jumlah desa terbanyak ke-10 dan kelurahan terbanyak ke-14, bagaimana potensi desanya?
Pada bidang pendidikan, diketahui bahwa di seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Bandung telah terdapat SD/MI, sebanyak 248 desa/kelurahan telah terdapat SMP/MTs, 142 desa/kelurahan telah terdapat SMA/MA dan 98 desa/kelurahan telah terdapat SMK.
Untuk infrastruktur kesehatan, sebanyak 8 desa/kelurahan memiliki rumah sakit, 9 desa/kelurahan memiliki rumah sakit bersalin, serta 62 desa/kelurahan memiliki puskesmas. Terkait ketersediaan tenaga kesehatan yang tinggal di desa, pada 93 desa/kelurahan terdapat dokter pria, 73 desa/kelurahan terdapat dokter wanita, 37 desa/kelurahan terdapat dokter gigi dan 261 desa/kelurahan terdapat bidan.
Untuk infrastrukur ekonomi, sebanyak 93 desa/kelurahan memiliki kelompok pertokoan, 39 desa/kelurahan memiliki pasar dengan bangunan, baik bangunan permanen maupun semi permanen, serta 960 desa/kelurahan memiliki pasar tanpa bangunan. Kemudian diketahui bahwa pada 143 desa/kelurahan terdapat mini market, 109 desa/kelurahan terdapat restoran/rumah makan, serta 279 desa/kelurahan terdapat warung/kedai makanan minuman.
Untuk keberadaan industri kecil dan mikro, diketahui bahwa sebanyak 221 desa/kelurahan memiliki industri dari kain/tenun. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan jumlah desa/kelurahan yang memiliki industri makanan dan minuman, yakni sebanyak 194 desa/kelurahan. Untuk keberadaan koperasi, sebanyak 21 desa/kelurahan memiliki Koperasi Unit Desa, 33 desa memiliki Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan Rakyat, 113 desa memiliki Koperasi Simpan Pinjam dan 51 desa memiliki Koperasi Lainnya.
Terkait dengan infrastruktur energi, diketahui bahwa di seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Bandung telah terdapat keluarga pengguna listrik PLN. Kemudian sebagian besar sumber penerangan jalan utama menggunakan listrik pemerintah, yaitu pada 205 desa/kelurahan.
Untuk keberadaan Base Transceiver Station (BTS), sebanyak 226 desa/kelurahan sudah memiliki BTS dan hanya 54 desa/kelurahan yang tidak memiliki BTS. Kemudian untuk sinyal telepon seluler, diketahui terdapat 37 desa/kelurahan dengan sinyal sangat kuat, 197 desa/kelurahan dengan sinyal kuat, 45 desa/kelurahan dengan sinyal lemah dan 1 desa/kelurahan tidak ada sinyal. Sedangkan untuk keberadaan dan jenis kekuatan jaringan data, sebanyak 212 desa/kelurahan memiliki sinyal internet 4G/LTE, 55 desa/kelurahan memiliki sinyal internet 3G/H/H+, 6 desa/kelurahan memiliki sinyal 2G/E/GPRS dan 6 desa/kelurahan tidak memiliki sinyal internet.
Untuk infrastruktur transportasi, diketahui bahwa seluruh desa/kelurahan menggunakan sarana transportasi darat, yang mana pada 180 desa/kelurahan sudah tersedia angkutan umum dengan trayek tetap dan sisanya tanpa trayek tetap. Sedangkan jenis permukaan jalan darat yang terluas merupakan aspal/beton, yaitu pada 274 desa/kelurahan dan sisanya diperkeras (kerikil, batu, dll) yaitu pada 6 desa/kelurahan.
Di bidang perumahan dan lingkungan hidup, diketahui bahwa sebagian besar keluarga di seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Bandung menggunakan LPG 3 kg sebagai bahan bakar untuk memasak, dengan 225 desa/kelurahan memiliki agen LPG. Sedangkan untuk sumber air minum, mayoritas desa/kelurahan di Kabupaten Bandung, yaitu sebanyak 120 desa/kelurahan, menggunakan air isi ulang sebagai sumber air minum. Pada bidang sanitasi, sudah tidak ada desa/kelurahan yang fasilitas tempat buang air besar sebagian keluarganya bukan jamban, dengan mayoritas telah menggunakan jamban sendiri sebagai fasilitas tempat buang air besarnya, yaitu sebanyak 267 desa/kelurahan.
Dari hasil pendataan Podes 2018, terlihat bahwa dalam empat tahun terakhir, dengan adanya pembangunan dan aliran dana desa yang cukup besar, telah terjadi kemajuan pada hampir semua dimensi desa. Hal ini menunjukkan bahwa program pembangunan desa sebagai salah satu prioritas Pemerintah saat ini, sebagaimana dinyatakan dalam Nawacita ketiga, yaitu “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka kerja negara kesatuan”, yang dikawal oleh Kemendesa telah memberikan kemajuan yang signifikan.
Adisty Septiyani, S.Si
Statistisi Pertama di BPS Kabupaten Bandung
Artikel yang bagus. Terima kasih atas informasi yang tertulis. .Zakat Online