Muhammad Nur Uddin–seorang gus (putera kiai besar Nahdlatul Ulama) yang aktif mendampingi dan memberdayakan petani.
Keluar dari meditasimu dan singkirkan bunga-bunga dan dupamu! Apa ruginya jika pakaianmu menjadi compang-camping dan kotor? Temui dia dan berdiri di sebelahnya, dalam kerja keras dan dalam keringat di keningmu (Gitanjali, Rabindranath Tagore).
Mungkin seperti puisi Rabindranath Tagore itulah, Muhammad Nur Uddin (49) ingin mengabdikan hidupnya. Sebagai seorang gus (putera kiai besar Nahdlatul Ulama), Muhammad Nur Uddin memilih turun, bergandengan tangan dengan petani demi membangun pertanian Indonesia menjadi lebih baik.
Gus Din–panggilan akrabnya, rupanya mengikuti semangat ayahnya, KH Oesman Mansoer. KH Oesman Mansoer adalah ulama, cendekiawan muslim, sekaligus penerima penghargaan bintang gerilya karena menjadi pemimpin barisan pemuda Sabilillah Jatim, serta komandan Laskar Sabilillah Malang saat melawan Jepang. Oesman pensiun dari militer dengan pangkat terakhir mayor.
Meski mengalir darah militer, KH Oesman Mansoer mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan. Ia adalah dekan pertama Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, mendirikan IAIN Tulungagung, mendirikan SMA Salahuddin Malang, dan terakhir mendirikan Universitas Islam Malang (Unisma) tahun 1985.
Muhammad Nur Uddin mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan, maka Gus Din memilih mengabdikan hidupnya untuk petani. Lulus kuliah pada 1998, bersama teman-temannya Gus Din mendirikan Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia, Serikat Petani Pasundan, dan Serikat Petani Qoriyah Toyibah (serikat pekerja berbasis pesantren di Salatiga).
Pada awalnya, pendidikan Unisma digratiskan untuk anak Laskar Sabilillah se-Jatim (yang rata-rata adalah petani). Operasional kampus dibiayai dari uang pensiun KH Oesman Mansoer sebagai tentara serta dari gajinya sebagai pengurus MUI Malang.
“Bapak juga mengajak Gus Dur mengajar islamologi di GKJW Sukun, yaitu pembelajaran toleransi antarumat beragama, di mana umat lain diajak memahami Islam bukan dari sisi akidah, namun dari sisi perdamaian dan kebangsaan,” kata Gus Din.
Dari sang ayah, Gus Din mengenal buku-buku pemikiran politik, termasuk yang sulit diperoleh di masa Orde Baru, seperti buku-buku karya Karl Marx (Das Kapital jilid 1-3 berbahasa Inggris), Friedrich Engels, atau Tan Malaka (Madilog). Sejak duduk di bangku sekolah, Gus Din telah membaca buku-buku tersebut.
Gus Din ingat ayahnya selalu mengatakan, seharusnya pemuka agama dan pemimpin umat agama menjadi front penguat sendi-sendi kebangsaan. Sang ayah mengajar islamologi di GKJW Sukun sejak tahun 1965, sedangkan Gus Dur mengajar di sana tahun 1970-an.
Pendampingan
Saat duduk di semester tiga Unisma, Gus Din bergabung dalam Kelompok Studi Mahasiswa Merdeka Malang (KSMMM), yaitu sebuah kelompok studi mahasiswa yang mengkritisi dampak pembangunan di pedesaan. Saat itu, kelompok itu mendampingi warga Buring yang merasa dirugikan oleh pembangunan kawasan perumahan Buring Satelite pada sekitar tahun 1989-1991.
Kelompok studi terus berjejaring di seluruh Indonesia. Mereka mengangkat tema-tema kerakyatan sebagai akibat kebijakan pembangunan. Misal kasus pebangunan waduk Kedungombo, pabrik semen, lapangan terbang, dan lainnya.
Jika sang ayah mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan, maka Gus Din memilih mengabdikan hidupnya untuk petani. Lulus kuliah pada 1998, bersama teman-temannya Gus Din mendirikan Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia, Serikat Petani Pasundan, dan Serikat Petani Qoriyah Toyibah (serikat pekerja berbasis pesantren di Salatiga).

Muhammad Nur Uddin
Jaringan petani binaan API meliputi 1.000-3.000-an petani, dengan kepemilikan lahan mencapai 1.000 hektar. Sejak 2004 hingga saat ini, Gus Din menjabat sebagai Sekretaris Jenderal API.
API memiliki petani binaan 69 organisasi petani tingkat desa hingga kabupaten. Mereka adalah petani sayur, cokelat, padi, kopi dan buah-buahan. Oleh API, mereka diajari cara bertani ramah lingkungan, membangun jaringan pemasaran, hingga bertani berkelanjutan.
Model pendekatan kami adalah pendekatan tindakan kolektif. Tindakan kolektif akan mendorong posisi tawar petani
“Model pendekatan kami adalah pendekatan tindakan kolektif. Tindakan kolektif akan mendorong posisi tawar petani. Harapannya, seluruh kelompok tani bersama-sama akan membangun ‘sarikat dagang petani’,” kata tenaga ahli Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa ini.
Sarikat dagang, menurut suami Umi Kalsum itu, akan menjadi solusi petani dalam mendapatkan modal, memasarkan produk, dan mempengaruhi kebijakan pertanian—mengalahkan para ‘pemain’ yang selama ini menguasai pasar dan memperoleh keuntungan terbesar.
Pendampingan Gus Din pada petani, secara perlahan mulai membuahkan hasil. API turut mendorong lahirnya 13 koperasi tani di Tanah Air. Di antaranya adalah Koperasi Amanah Polewali Mandar (cokelat), Koperasi PPKT Toraja Sulawesi Selatan (kopi arabika), Koperasi Tresno Tani Boyolali (beras organik), Koperasi Masagena Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan (cokelat), Koperasi Sridonoretno Malang (kopi), Koperasi Argomakmur Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi (koperasi sawit). Semua koperasi itu mampu membangun inklusi bisnis dengan eksportir.
Dua kelompok tani binaan API, untuk produk kopi, bahkan sudah mengantongi sertifikasi indikasi geografis (IG) yaitu IG kopi Toraja dan IG kopi Bajawa. Mereka mau berkelompok, lalu bekerja sama dengan NGO dan pemerintah untuk mengurus IG.
“Semuanya tidak bisa dikerjakan sendiri. Kami menjalin banyak persekutuan dan perkawanan dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah. Tidak ada satu petani pun bisa tanpa berjejaring dapat memampukan dirinya sendiri,” kata Gus Din.
Yang menarik, organisasi tani bentukan Gus Din, biasanya tidak seragam (baik latar belakang budaya maupun sosialnya). Di kelompok tani kopi Sridonoretno Malang misalnya, salah satu tokoh pendorong kopi petik merah adalah tokoh agama Katolik. Mereka bergandengan tangan tanpa melihat sekat-sekat pembeda.
Muhammad Nur Uddin
Lahir: Malang, 19 Juli 1969
Istri: Umi Kalsum
Pendidikan:
S1 Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang
Pekerjaan:
Tenaga Ahli Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa
Organisasi:
- Anggota Steering Committee Global Farmers Forum International Fund Agriculture Develompent (IFAD) di Italia (2006-2008)
- Dewan Pakar Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI) Jawa Timur (2014)
- Anggota Executive Committee ASEAN Farmers Association (AFA) (2015-2017)
- Program Medium Term Cooperation (MTCP) ASEAN Farmers Organization Support Program IFAD-Uni Eropa (2015-2018)
- Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (2004-sekarang)
Sumber: https://kompas.id