Alhamdulillah virus-virus entrepreneurship mulai menghasilkan bibit unggul dalam kurun waktu kira-kira delapan tahun terakhir. Semakin banyak anak-anak muda Indonesia yang memulai usaha mereka sejak dibangku kuliah, ataupun para karyawan yang beralih profesi. Pendapat saya ini memang belum teruji secara ilmiah, namun sekedar pendapat pribadi saya ketika berkeliling dan bersilaturahim dengan generasi muda baik didalam dan diluar negeri. Ini tentu hasil kerja keras dari teman-teman pegiat kewirausahaan yang tidak kenal lelah berkampanye.
Sering saya bertanya kepada para pengusaha pemula, apa yang menjadi motif mereka menekuni dunia usaha. Sangat beragam jawabannya, ada yang ingin mandiri, ingin membahagiakan orang tua (membiayai ortu naik haji misalnya), ingin membantu orang dengan menyediakan lapangan pekerjaan, dan bermacam niat baik lainnya.
Niat-niat yang sangat mulia, dan tidak ada yang salah dengan semua itu. Namun dalam mengimplementasikan sebuah niat baik pada sebuah rencana bisnis, akan selalu punya tantangannya sendiri ketika dihadapkan pada realitas yang ada dilapangan. Karena belum tentu implementasi berjalan semulus sesuai rencana diawal.
Kalau boleh jujur, selama dalam perjalanan di group kami tidak hanya satu – dua portfolio bisnis saja yang pada akhirnya harus menyerah pada realitas yang ada. Sudah lebih dari hitungan jari, dan semua itu adalah kenyataan yang pada akhirnya harus kami terima serta menjadi pengalaman yang sangat berharga.
Berikut beberapa hal yang mungkin bisa saya sharing kepada teman-teman, supaya bisa lebih mawas diri:
- Over confidence, terlalu percaya diri dengan hanya mengandalkan perasaan tanpa didukung data tren bisa membuat penilaian kita menjadi bias dalam pengambilan keputusan.
- Obsesif, dalam berbisnis tentu harus punya idealisme dan visi yang kuat. Tanpa idealisme, bisnis seperti sayur tanpa garam. Yang tidak boleh adalah idealisme yang buta atau obsesif. Jangan lupa bahwa bisnis juga harus bersifat pragmatis, segala sesuatunya dapat berubah ditengah jalan. Sebagai nahkoda, kita harus mampu mengambil keputusan yang paling tepat bagi keberlangsungan hidup perusahaan. Obsesif bisa justru bisa menarik kita pada langkah yang fatal. Bagaimana cara untuk membedakan antara idealis dan obsesif ? Ada novel klasik yang bagus buat dibaca, judulnya “Moby Dick”.
Niat baik harus tetap kita jaga, namun itu saja belum cukup. Jangan takut merubah rencana ditengah jalan, untuk menghindari kegagalan. Itu adalah hal yang sangat biasa bagi seorang pemimpin. “Semua boleh berubah, semua boleh baru, tapi satu yang harus dipegang: KEPERCAYAAN”, itu kata Soe Hok Gie yang sering saya ingat. Karena kepercayaan itu adalah amanah.
Semoga bermanfaat bagi teman-teman semua. Terus semangat dan bergerak.
http://sandiaga-uno.com/niat-baik-saja-tidak-cukup/