Guru Besar FISIP Universitas Indonesia (UI) Paulus Wirutomo mengimbau pemerintah agar memperhatikan suara rakyat miskin yang meminta tidak dihapuskannya program beras untuk rakyat miskin (raskin). Menurut Paulus, di Jakarta, Kamis (29/1), pemerintah harus melakukan kajian mendalam dan tidak tergesa-gesa mengubah satu kebijakan, seperti pengadaan raskin yang masih tetap diinginkan rakyat miskin.
“Jadi, pemerintah memang seharusnya benar-benar mendengarkan suara masyarakat miskin,” imbaunya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana menghentikan program raskin dan menggantikannya dengan e-money. Namun, setelah mendapat berbagai reaksi, akhirnya pemerintah menganulir rencana tersebut dan tetap melanjutkan program raskin.
Pada tataran masyarakat, hampir seluruh penerima raskin sempat resah ketika pemerintah menggulirkan rencana menghapus raskin, karena faktanya, tidak sedikit di antara mereka yang benar-benar miskin dan sudah berusia lanjut.
Nuraeni, 64 tahun, warga Kampung Kuta Ateuh, Jurung Thaib, Kecamatan Sukakarya, Subang, Jawa Barat, mengatakan, sebagai penerima raskin, dia sangat terbantu dengan adanya raskin. “Kami benar-benar terbantu dengan adanya Raskin. Tolong jangan dihapus. Ya Allah, sedih sekali kalau sampai terjadi,” harapnya.
Nuraini, kini tinggal seorang diri di rumah sederhananya, mengandalkan pemberian anak-anaknya untuk menopang kebutuhan sehari-hari. Namun karena anak-anaknya juga mempunyai kebutuhan rumahtangga masing-masing, maka tidak setiap saat ia menerima pemberian. “Setiap bulan, kadang diberi Rp 200-200 ribu. Tetapi kadang juga tidak,” ungkapnya.
Bagi Nuraeni, raskin menjadi tumpuan harapan, karena ia merasa lega jika mempunyai beras meski lauknya hanya sambal. “Tetapi kalau tidak ada beras, bagaimana nasib kami?” ungkapnya.
Bukan hanya Nuraeni, masyarakat miskin lainnya juga mengungkapkan harapan yang sama. Asmuni, warga Kampung Anek Laut, Jurung Putro Bungsu, Kecamatan Sukakarya, Subang, Jawa Barat, meminta pemerintah tetap melanjutkan program raskin.
Pria berusia 66 tahun ini mengaku raskin sangat membantu meringankan beban keluarganya. Terlebih di usianya itu, Asmuni masih harus membiayai tiga orang anak.
Bekerja sebagai pengambil gula aren di hutan, kondisi ekononomi Asmuni memang terbilang jauh dari layak. Dalam satu bulan, dia hanya bisa mendapatkan uang sebesar Rp 250-300 ribu.
“Semoga pemerintah ngon Bulog tetap meujok raskin (Semoga ke depan, pemerintah dan Bulog tetap memberikan raskin kepada kami),” harapnya.
Bukan hanya di Kabupaten Subang, warga miskin di Kabupaten Bandung Barat, pun menyampaikan harapan serupa. Menurut Zaenal, 67 tahun, warga Kampung Malaka, Desa Sindangkerta, Kecamatan Sindangkerta, dengan hanya Rp 1.600 per kilogram, warga miskin bisa mendapatkan beras.
Ia sangat menyayangkan jika pemerintah tidak melanjutkan program raskin, karena harga beras di daerahnya dirasakan sangat mahal, yakni Rp 10 ribu per kilogram. Harga itu sangat berat bagi Zaenal yang berpenghasilan pas-pasan.
http://www.gatra.com/ekonomi-1/makro/131718-paulus-pemerintah-harus-dengar-suara-rakyat-miskin.html