Tanggal 1 Juni tercatat dalam sejarah sebagai hari yang sangat penting dalam perjuangan bangsa. Peristiwa hari itu, tatkala Bung Karno dengan semangat tinggi merumuskan Pancasila sungguh menjadi peristiwa penting yang membangun jiwa kemerdekaan. Peristiwa itu ikut mengantar kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai. Dari periode demi periode rumusan Pancasila diterjemahkan kedalam kehidupan nyata dalam bidang politik, ekonomi dan budaya sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan anak bangsa.
Dalam bidang politik banyak dikembangkan berbagai modus pengetrapan falsafah itu silih berganti dan nampaknya belum juga ketemu sistem dan struktur politik yang pas dengan cita-cita demokrasi Pancasila yang digali dari khasanah budaya bangsa. Pengembangan penuh gejolak terus berlangsung, sebagian murni karena ingin mewujudkan tatanan yang digadang oleh para pendiri bangsa, dan sebagian lagi dilambari nafsu untuk berkuasa demi kepentingan pribadi.
Dalam bidang ekonomi, pergulatan ekonomi kapitalis yang sarat modal dan kekuasaan ekonomi pasar yang kuat mengalahkan pengembangan ekonomi berbasis kerja sama dan kebersamaan. Para pemangku kegiatan ekonomi yang terdorong mendapatkan untung besar dengan modal yang sekecil-kecilnya tidak tertarik pada usaha yang mengutamakan kerjasama, utamanya dengan penduduk biasa yang belum masuk dalam lingkaran pengusaha. Keengganan itu bisa dimaklumi karena penduduk yang tidak masuk lingkar pengusaha biasanya mempunyai sifat konsumtif, tidak berjiwa entrepreneur atau inovatif, dan lebih banyak tidak berfikir cerdas dan rajin.
Upaya mengembangkan kombinasi penduduk yang berfikir sebagai pengusaha bersama penduduk biasa dalam wadah koperasi mengalami banyak hambatan. Koperasi yang dibentuk dan dipimpin oleh oknum yang tidak menguasai masalah ekonomi, atau oknum yang bekerja secara rutin, banyak berubah menjadi semacam lembaga birokrasi yang hadir sekedar melayani anggota. Pimpinan koperasi seperti itu tidak berfikir sebagai pengusaha yang menciptakan pasar. Apalagi berfikir sebagai pengusaha yang menciptakan demand untuk mendapatkan untung besar yang sesungguhnya bisa dibagi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dengan lebih cepat.
Ada lagi koperasi yang hanya menghimpun anggota yang berminat dan umumnya lebih mampu dibanding khalayak umum dalam komunitasnya. Anggota komunitas tidak mampu, kurang minat, tidak mempunyai kegiatan lain, karena tidak berminat, tidak diajak dalam kegiatan itu. Akhirnya kalau usaha bersama yang dibingkai dalam koperasi itu maju, akibatnya di daerah yang bersangkutan akan terjadi kesenjangan.
Pengembangan ekonomi kerakyatan melalui Posdaya di banyak pedesaan di Indonesia, dengan mengajak anggota Posdaya untuk terlebih dahulu menyegarkan persatuan dan kesatuan dalam bentuk gotong royong, merupakan suatu usaha yang memberi harapan. Masyarakat di setiap desa dan dukuh diajak membangun forum silaturahmi untuk menyegarkan kehiduapan gotong royong tersebut. Setiap keluarga diajak memberikan perhatian dan kepedulian sesama dalam budaya hidup sehat. Setiap keluarga diajak mengatur kebersihan di sekitar rumah masing-masing, misalnya, bagi yang tidak mempunyai kakus, dibantu membuat kakus. Di daerah yang kumuh diajak menanam pohon pelindung agar daerah sekitar terkesan sejuk dan menyenangkan. Setiap keluarga diajak mengubah halaman rumahnya menjadi Kebun Bergizi yang berfungsi ganda, menambah gizi dan invesatasi yang bisa dikelola bersama tetangganya untuk pasar.
Keluarga yang bergabung diyakinkan agar yang memiliki anak balita mengirim anaknya ke PAUD setempat. Dianjurkan agar keluarga yang mempunyai anak usia sekolah mengirim semua anaknya ke sekolah setinggi-tingginya. Keluarga yang sudah tidak sekolah dan para ibu dianjurkan ikut dalam pelatihan ketrampilan dan selanjutnya diajak melakukan kegiatan ekonomi mikro. Apabila diperlukan, dengan sistem tanggung renteng diajak menabung dan meminjam dana dari sistem Tabur Puja yang menyediakan kredit sampai dua juta rupiah tanpa agunan. Dengan modal itu beberapa keluarga dapat bergabung dan membangun usaha bersama.
Apabila sebuah keluarga belum mampu mengelola usaha sendiri, yang bersangkutan bisa magang pada keluarga lain yang telah mempunyai usaha yang berhasil. Dengan cara demikian setiap keluarga diajak berbagi dan mengembangkan usaha bukan dengan bersaing, tetapi pengembangan usaha yang saling bekerja sama dan saling mengisi. Dengan cara ini ternyata sampai sekarang telah ribuan keluarga ikut dalam skim mempergunakan dana lebih dari Rp. 500 milyar sebagai pinjaman tanpa agunan dengan cicilan baik 100 persen.
Sebagian peserta kegiatan ekonomi itu membangun koperasi. Tetapi sebagian lain, biarpun tidak membentuk koperasi, bekerja dalam sistem yang kooperatif sehingga keuntungan usahanya disumbangkan sebagai dukungan solidaritas antar keluarga yang perlu dibantu. Sistem ekonomi dengan perhatian kepada sesama itu akhirnya bisa bekerja dengan mempergunakan kearifan lokal dan bahan baku yang melimpah di kampung halaman sendiri. Dengan semangat kerjasama gotong royong itu setiap keluarga menempatkan anggota keluarga lain sebagai mitra usaha yang akrab disertai kepedulian saling menolong. Dengan cara itu partisipasi dari keluarga yang belum pernah berusaha juga meningkat. Alhmadulillah. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Umum DNIKS, www.haryono.com).
Sumber : http://www.haryono.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1992:membumikan-ekonomi-kerakyatan&catid=1:artikel&Itemid=9