Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyatakan, Indonesia perlu mencontoh keberhasilan Tiongkok.
Negeri tirai bambu itu mampu mewujudkan semangat modernisme ekonomi di tengah ketatnya persaingan dengan negara besar di dunia, dan sekaligus tetap berkiblat pada akar budaya aslinya hingga melahirkan pengakuan secara global baik dulu maupun kini.
“China (Tiongkok-red) merupakan bentuk kemajuan ekonomi, budaya, dan bahkan politik dengan tidak mengubur kepribadiannya, yang ternyata menjadikannya terus dihormati luar biasa oleh negara mana pun. Inilah corak ideal dalam berdikari negara,” jelas Din, saat menjadi pembicara utama dalam seminar nasional Ikatan Alumni Insititut Teknologi Bandung (IA-ITB) Pusat di Jakarta, Rabu (5/3/2).
Seminar tersebut mengambil tema, “Neoberdikari: Masa Depan Indonesia yang Berdaulat, Berdaya Saing, dan Menyejahterakan Rakyat”.
Adapun narasumber panel diskusi yaitu Ketua Komisi IV DPR RI yang juga Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan, Romahurmuziy; Direktur Eksekutif Sabang-Merauke Circle (SMC) Perdana Wahyu Santosa, serta pakar manajemen asal ITB Mathiyas Thaib. Seminar ini dimoderatori oleh Ketua Dewan Direktur SMC Syahganda Nainggolan.
Menurut Din, konsep ataupun semangat berdikari melalui gagasan besar Bung Karno, dan kemudian menjadi agenda neoberdikari yang ingin diperjuangkan oleh para alumni ITB, dipandang model komitmen besar yang bersifat strategis dan dibutuhkan guna membangun kemajuan bangsa ke depan.
Namun demikian, katanya, upaya memperjuangkan konsep neoberdikari atas reaktualisasi warisan lama Bung Karno, itu pun tidak berarti menempatkan bentuk keterkurungan Indonesia dari dunia luar.
Pasalnya, sebuah kemajuan bagi bangsa memerlukan adanya inter-relasi terkait hubungan antarnegara, oleh karena tidak mungkin suatu negara dapat hidup hanya sendirian alias mengisolasi diri.
“Berdikari atau neoberdikari adalah sebuah tujuan Indonesia jangka panjang, dan rumusan besarnya harus disusun secara sistematik seperti halnya GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) di masa Orde Baru dulu,” ujar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia itu.
Din menyebutkan, dalam rangka mengarahkan pembangunan ekonomi, politik, dan budaya untuk keperluan mandat neoberdikari itu, memang sangat diperlukan campur tangan negara utamanya dalam kehidupan ekonomi.
Dengan demikian, wajah kedaulatan dalam perekonomian nasional akan bangkit pula secara mandiri, agar tidak terjadi desakan atau berupa pendiktean pihak asing.
“Intinya, negara harus memberikan perlindungan efektif untuk rakyatnya, jika tak ingin kapitalisme internasional merangsek ke desa-desa di tanah air,” tegasnya.
Dikatakan, perwujudan harkat ekonomi rakyat yang mandiri dan berdiri di atas kekuatannya dengan dukungan negara, pada akhirnya akan memperkuat bangunan kemandirian politik nasional di samping untuk menciptakan kehormatan budaya masyarakat Indonesia.
“Seperti bangsa China (Tiongkok-red) dengan keunggulannya di bidang politik, ekonomi, dan budaya, maka Indonesia harus mengembangkan nilai-nilai luhur dari ketiga unsur itu, demi meletakkan azas dan prinsip neoberdikari yang ingin dicapai di masa mendatang,” ungkap Din.
Pada bagian lain, Din mengharapkan paradigma neoberdikari yang ingin dibangun oleh para alumni ITB, tidak boleh keluar dari cita-cita nasional yang terdapat dalam konstitusi UUD 1945, selain berpegang teguh pada ruh berikut nilai-nilai Pancasila.
Sebab, tanpa membawa spirit itu maka mustahil neoberdikari bisa dilaksanakan konsepnya.
“Apalagi, neoberdikari sebagai warisan sejarah Bung Karno selalu merujuk pada kehendak melanggengkan UUD 1945 serta Pancasila, yang bahkan keduanya diagung-agungkan oleh Bung Karno semasa hidupnya,” tambahnya. [E-8/L-8]
Sumber:http://www.suarapembaruan.com/home/indonesia-perlu-contoh-semangat-berdikari-tiongkok/50627