Sudah saatnya Indonesia melindungi pekerja rumah tangga (PRT). Hal itu sebagaimana diatur dalam Konvensi International Labor Organisation (ILO) Nomor 189 Tahun 2011. Konvensi ILO Nomor 189 Tahun 2011 ini memberikan perlindungan khusus bagi PRT.
Demikian dikatakan Koordinator Program Pekerja Migran ILO ASEAN Triangle Project-Indonesia, Albert Bonasehat, dalam seminar dengan tema,”Menuju Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga” di Gedung Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans), Rabu (12/2). Tampil sebagai pembicara lain dalam acara itu adalah Bureau of Working Conditions, Departement of Labour and Employment, Republic of The Philippines, Catherine Legados-Parado.
Konvensi tersebut juga menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar, dan mengharuskan negara mengambil langkah untuk mewujudkan kerja layak bagi PRT. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, dalam sambutannyamengatakan, pemerintah dalam hal ini Kemnakertrans menyambut positif dan mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk terus menggulirkan pembahasan RUU tentang Pekerja Rumah Tangga yang menjadi inisiatif DPR beberrapa waktu lalu.
“Pekerja sektor rumah tangga layak mendapatkan perlindungan. Hal tersebut sejalan dengan Konvensi ILO Nomor 189 yang berisi perlindungan dan promosi hak-hak tenaga kerja untuk mencapai kerja layak bagi pekerja rumah tangga,” kata Muhaimin.
Konvensi ILO Nomor 189, kata Muhaimin, merupakan salah satu pencerminan pelaksanaan Konvensi Dasar ILO di sektor PRT.
Menurut Muhaimin pengadopsian Konvensi ILO 189 bagaikan dua sisi mata uang, dimana secara nasional pemerintah harus memperbaiki dan menyusun langkah-langkah untuk perlindungan yang lebih baik bagi pekerja migran dan pekerja rumah tangga dan di sisi lain pemerintah perlu mendorong negara tujuan TKI agar mengadopsi konvensi tersebut.
Albert mengatakan, latar belakang dibentuknya Konvensi ILO 189 Tahun 2011 adalah, pertama, bila terdapat standard mengenai pekerja, pekerja rumah tangga tidak selalu sesuai dalam undang-undang nasional untuk diberi perlindungan. Sektor informal dan definisi yang ambigu berarti tidak mudahnya diregulasi, rendahnya akuntabilitas majikan dan kurangnya transparansi.
Kedua, kesenjangan dalam standar. PRT tercakup di bawah standar ketenagakerjaan tetapi secara efektif dan secara khusus terkecualikan dari perlindungan yang diberikan oleh undang-undang nasional kepada pekerja lain. Seringkali dilihat dengan jaminan sosial. Ketiga, kebutuhan khusus. Meskipun telah ada konvensi-konvensi ILO, tantangan unik muncul yang tidak secara komprehensif tertangani. Membutuhkan standar yang disesuaikan.
Keempat, pekerja rumah tangga seringkali dilarang berorganisasi, dan mengalami kesulitan berorganisasi, karena panjangnya jam kerja mereka dan terisolasi di dalam rumah. Bila terorganisir, pekerja rumah tangga masih memiliki persoalan untuk berunding bersama secara efektif, karena majikan sebagian besar juga tidak terorganisir.
Kelima, eksploitasi. Sebagai akibat diskriminasi, upah, kondisi kerja dan keseluruhan perlakuan terhadap pekerja rumah tangga merupakan diantara yang terburuk, mengingat panjangnya jam kerja, beban kerja, tanggung-jawab dan jenis tugas mereka.
Oleh karena itu, kata Albert, standar ketenagakerjaan minimum global diperlukan bagi pekerjaan rumah tangga, karena kebijakan-kebijakan nasional telah membuat pekerja rumah tangga sangat rentan dan tergantung. “Hentikan konsepsi salah mengenai kelompok sebagai fleksibel dan berbiaya rendah.
Menurut Albert, konvensi ILO 189 diadopsi oleh Konferensi Perburuhan Internasional 2011 dengan dukungan yang besar. Pada 14 Juni 2012 Uruguay menjadi negara pertama yang meratifikasi Konvensi ILO 189. Dan, 5 Sept 2012 Filipina menyusul menjadi negara kedua di dunia yang meratifikasi Konvensi ILO 189 dan menjadi negara pertama di ASEAN yang meratifikasi konvensi ini.
Pada 5 September 2013: Konvensi ILO 189 “in to force”, dan sepanjang tahun 2013 ada 11 negara meratifikasi Konvensi ILO 189, yang menjadikannya salah satu konvensi yang paling cepat perkembangan ratifikasinya.
Pada Januari 2014 Komisi Eropa mengeluarkan resolusi yang memberi otorisasi pada negara anggota untuk meratifikasi Konvensi ILO 189. Proses ratifikasi saat ini sedang berlangsung, misalnya di Belgia, Jerman, Brazil, Kosta Rika, Afrika Selatan dll.
Menurut Albert, Indonesia, dengan adanya komitmen yang diberikan pada proses Universal Periodic Review Perserikatan Bangsa-Bangsa 2012 lalu, untuk menerima rekomendasi untuk meratifikasi Konvensi ILO 189. Ditambah acara Pertemuan Pemangku Kepentingan di Kemnakertrans ini, juga masuk dalam radar negara anggota ILO yang berproses dalam ratifikasi.
Sampai saat ini, kata dia, berdasarkan catatan ILO, sampai tahun 2010, sebanyak 52,6 juta pekerja rumah tangga di seluruh dunia.
Catherine Legados-Parado mengatakan, pemerintah Filipina meratifikasi Konvensi ILO 189 karena kuatnya gerakan tuntutan pekerja rumah tangga sejak tahun 1989. “Pemerintah Filipina menyadari pentingnya keberadaan pekerja rumah tangga, namun mereka tidak dilindungi,” kata Catherine.
Ia menambahkan, PRT di Filipina selain mendapatkan perlindungan hukum dari negara. Gajinya mempunyai standar tertentu sebagaimana dengan pekerja di tempat lain seperti di perusahaan.