Bisnis oleh-oleh masih menjanjikan. Peluang ini ditangkap oleh Dwika Roesmika yang sukses menekuni usaha pembuatan suvenir khas Surabaya.
Merintis usaha sejak 2005, Dwika awalnya fokus membuat kaus dengan gambar dan tulisan-tulisan khas Surabaya. Kaus buatannya ini diberi merek Cak Cuk Surabaya.
Ketika awal merintis, usaha ini masih menjadi bisnis sampingan bagi Dwika. Soalnya, saat itu ia juga masih punya kesibukan lain sebagai akuntan di salah satu perusahaan di Surabaya.
Namun, setelah bisnisnya berkembang, laki-laki berperawakan besar ini akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai akuntan dan fokus menjalankan bisnis pembuatan kaus khas Surabaya.
Awalnya, kaus buatan saya hanya untuk remaja dan dewasa. Tetapi melihat tingginya antusias pembeli, kini Cak Cuk Surabaya dapat dipakai untuk semua kalangan,” kata pria yang akrab disapa Dwi ini kepada Kontan.
Dwi mulai membuka outlet pertamanya di daerah Dharmawangsa, Surabaya. Setelah usahanya berkembang pesat, ia lalu memindahkan kantor pusat Cak Cuk Surabaya ke Jalan Raya Suramadu, Surabaya.
Di tempat baru ini, ukuran outlet Cak Cuk jauh lebih luas. Selain sebagai kantor pusat sekaligus toko, outlet ini juga dijadikan workshop dan tempat produksi. Di luar outlet pusat di Jalan Suramadu, kini Dwi juga memiliki lima outlet lainnya. Antara lain di Jalan Dharmawangsa, Ahmad Yani, Mayjen Sungkono, Gunung Sari, dan di Bandara Juanda, Surabaya.
Sebagai suvenir khas Surabaya, kaus buatan Dwi dibuat dengan tulisan-tulisan plesetan menghibur khas Surabaya. Tidak jarang ia juga mendesain kaus dengan menyertakan karakter ikon Kota Pahlawan, yaitu gambar buaya dan ikan Suro.
Selain kaus, belakangan ia juga memproduksi aneka suvenir lainnya, seperti tas, topi, mug, gantungan kunci, ular tangga, monopoli, kartu mainan dan lainnya. Seluruh produk buatannya itu dibanderol mulai Rp 55.000 sampai Rp 105.000 per buah.
Untuk memproduksi suvenir-suvenir tersebut, Dwi dibantu 40 orang karyawan. Demi menjaga kualitas produknya, ia sengaja mempekerjakan para tukang jahit terampil dan sudah terlatih. Sedangkan untuk desain, banyak dibuat oleh Dwi sendiri. “Biasanya saya dapat ide sewaktu saya jalan-jalan,” kata pria 38 tahun ini.
Kadang mahasiswa magang juga membantu menyumbangkan ide-ide buat desain produknya. Menurut Dwi, konsumen yang mampir ke outletnya kebanyakan wisatawan lokal yang berasal dari Jawa Tengah, Jakarta, Bandung, Kalimantan dan daerah lainnya. Tidak jarang pula penduduk asli Surabaya yang mencari kaos atau suvenir unik khas kota sendiri.
Untuk menggenjot penjualan, Dwi memasarkan produknya kepada orang-orang Indonesia yang hidup di luar negeri. Hasilnya ternyata lumayan. Banyak orang Indonesia di Amerika dan Australia membeli suvenirnya, untuk dipakai sendiri maupun akan dijual kembali. Dengan luasnya jangkauan konsumen, ia kini mampu mengantongi omzet hingga Rp 300 juta per bulan.
Rajin ikut pameran untuk memasarkan produk
Dwi Roesmika juga harus melewati jalan berliku dalam meniti bisnis pernak-pernik miliknya yang kini telah membuahkan omzet hingga ratusan juta rupiah per tahun. Ketika memulai usaha pernak-pernik suvenir khas Surabaya, dana yang ia butuhkan untuk investasi awal kurang dari Rp 20 juta. Untuk penjualan perdana, Dwi hanya membuat 400 buah kaus dengan 20 desain berbeda.
Ide awal membuat kaus khas Surabaya ini berasal dari pengamatannya selama traveling ke berbagai daerah. Laki- laki yang masih melajang ini memang gemar sekali jalan-jalan ke berbagai kota di Indonesia maupun ke luar negeri. “Saat itu saya melihat, banyak kota yang punya oleh-oleh khas selain makanan seperti Bali yang punya Joger, Yogyakarta yang punya Dagadu, dari situ saya mulai terpikir untuk menciptakan suvenir khas Surabaya,” kata dia.
Saat itu menurut dia, Surabaya memang masih belum mempunyai suvenir fashion khas Surabaya. Ini tentu bisa menjadi peluang bisnis yang menarik untuk digeluti, melihat belum ada pesaing di bisnis ini. Sebelum memutuskan untuk merealisasikan idenya, Dwi mencoba mengutarakan ide bisnisnya dengan rekan sekantor yang bernama Mahendra. “Biasanya saat makan siang mereka berdua saling bertukar pikiran untuk memulai usaha tersebut,” kata dia.
Akhirnya , Dwi mulai memproduksi kaos perdananya 10 November 2005 bertepatan dengan digelarnya pameran di Balai Pemuda, Surabaya. Pameran dalam rangka memperingati hari pahlawan tersebut diadakan selama 10 hari. Selama itu pula Dwi memasarkan produk perdananya, Cak Cuk Surabaya. “Saya dibantu teman untuk menjaga stand selama hari kerja,” katanya.
Ternyata respon pembeli pada penjualan awal tidak begitu memuaskan. Pasalnya, dari 400 kaos yang diproduksi hanya sekitar 100 kaos saja yang terjual. Ia lantas memutar otak untuk mencari jalan keluar agar dapat mengembalikan modal dan menuai untung dari bisnis perdananya ini.
Akhirnya, untuk menghabiskan stok, Dwi mencoba untuk menjual produknya dengan cara berkeliling dari satu kampus ke kampus lain di Surabaya, sepulang kerja. “Sebenarnya capek jualan seperti itu, karena paginya masih harus kerja,” terangnya. Maklum saja, saat itu Dwi masih terdaftar sebagai pegawai accouting di salah satu perusahaan swasta di Surabaya.
Tidak hanya kampus yang menjadi target jualannya, Dwi juga rajin mengikuti pameran yang diadakan oleh pemerintah ataupun pihak swasta. Selama tiga tahun Dwi menjalani bisnis kaos tersebut dengan cara penjualan seperti itu.
Akhirnya pada tahun 2008, mulai terpikir untuk mengembangkan bisnisnya karena tren penjualan yang semakin meningkat. Akhirnya, ia membuka outlet pertama di Jalan Dharmawangsa. Outletnya tidak jauh dari Universitas Airlangga, Surabaya. Setahun setelah memiliki outlet, Dwi mulai merambah media digital untuk mempromosikan produknya. Hasilnya, permintaan pun makin tinggi.
Berhasil raih sejumlah penghargaan wirausaha
Meski sudah memiliki outlet dan tetap menjalankan strategi pemasaran dari kampus ke kampus, bukan berarti bisnis suvenir Cak Cuk Surabaya berjalan mulus tanpa hambatan. Si pemilik, Dwika Roesmika, tetap mengalami sejumlah kendala, terutama dalam hal pengembangan ide desain suvenir.
Maklum, dia bersama timnya harus terus membuat desain baru untuk semua produk. Tidak jarang Dwi merasa kehabisan ide. Oleh karena itu ia harus rajin jalan-jalan untuk mencari inspirasi. Selama ini, hampir seluruh produk baru yang ia ciptakan memang terinspirasi dari produk oleh-oleh dari luar negeri atau luar kota. “Seperti desain hiasan piring yang ia buat, terinspirasi saat berlibur ke Barcelona,” kata Dwika.
Rupanya kendala tidak sampai disitu. Penentuan lokasi untuk pembukaan outlet baru juga menjadi tantangan. Memang tidak mudah untuk mencari lokasi yang strategis untuk mengembangkan outlet Cak Cuk Surabaya. Pada 2009, Dwika sempat membuka satu cabang Cak Cuk Surabaya di Plasa Royal Surabaya.
Sayang, outlet di sana hanya bertahan sekitar satu tahun saja. Sebab, lokasi tersebut sulit dijangkau oleh pengunjung, sehingga penjualan jadi sepi. Pengunjung lebih banyak belanja di outlet Cak Cuk yang berlokasi dipinggir jalan seperti Mayjen Sungkono. Hingga saat ini, Dwika telah memiliki enam outlet Cak Cuk di Surabaya.
Rencananya, Dwika ingin membuka satu outlet baru di salah satu mal ternama di Surabaya. Selain dapat meningkatkan penjualan, tujuannya adalah untuk memudahkan para pelanggannya untuk mendapatkan produk yang ia jual. Sebab, ia mengakui saat ini makin banyak produk kaos yang menyerupai produknya.
Laki-laki berusia 38 tahun ini tidak khawatir dengan kompetitor. Menurut Dwika, keberadaan kompetitor bisa membuatnya semakin fokus melakukan inovasi produk.
Untuk memenangkan persaingan dan meningkatkan penjualan, Dwika akan terus mengembangkan desain dan produk baru. Ia juga akan membuka beberapa outlet baru dengan konsep yang berbeda yaitu café outlet. “Ini bertujuan untuk menarik konsumen lokal dan memberikan tempat istirahat untuk pelancong,” kata dia.
Ajang pameran juga masih menjadi senjata ampuh untuk berjualan. Tidak hanya mengikuti pameran yang digelar di Surabaya, Dwika juga mulai mengikuti pameran di luar kota.
Ternyata, jerih payah Dwita dalam mengembangkan bisnis Cak Cuk Surabaya ini mendapatkan apresiasi banyak pihak. Terbukti Cak Cuk menerima beberapa penghargaan seperti, penghargaan entrepreneur dari Sampoerna Foundation dan Penghargaan Pengusaha luar biasa dari Radio Suara Surabaya.
Sumber: http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sukses-menggurat-laba-dari-kaus-khas-surabaya-1