Kemampuan iptek Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan, dinilai Prof. Dr. Indroyono Soesilo, M.Sc. Direktur Sumberdaya Perikanan & Akuakultur FAO (Food and Agriculture Organization), sesungguhnya tak kalah dengan negara lain. Dunia juga menganggap Indonesia hebat.
“Kita memiliki Balitbang Pertanian, 1500 pakar, 300 doktor, dan 135 profesor riset. Belum lagi pakar dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, penyuluh. Nah, potensi ini harus dioptimalkan dengan bermain di tingkat dunia sehingga sistem pangan kita dapat diperkuat. Pakar Indonesia harus tampil di dunia, kalau ingin dikenal dunia,” kata mantan Sesmenko Kesra ini, Senin (23/12), di Jakarta.
Guna mendukung ketahanan pangan ini, FAO juga menjalin kerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Kerjasama ini dalam rangka pemanfaatan iptek nuklir di bidang pangan dan pertanian.
“Mengapa kerjasama ini penting karena melalui teknologi nuklir bisa membuat daya tahan pangan cukup lama tanpa hama. Teknologi ini dapat memperkuat ketahanan pangan,” ujarnya.
Adapun lingkup yang dikerjasamakan antara lain mutasi pemuliaan tanaman dan genetika, produksi dan kesehatan hewan, iradiasi makanan dan perlindungan lingkungan, pengelolaan tanah dan air, serta pengendalian hama serangga, dengan penerapan teknik serangga mandul.
Indroyono menilai berhasil menurunkan proporsi tingkat kelaparan dari 19,9 persen pada periode 1990-1992 menjadi 8,6 persen pada periode 2010-2012. Keberhasilan ini melebihi penurunan angka proporsi yang ditargetkan MDGs, yaitu sebesar 9,9 persen.
“Salah satu target MDGs adalah pengentasan kelaparan melalui pengurangan proporsi jumlah penduduk yang menderita kelaparan hingga setengah dari tahun 1990-2015,” paparnya.
Saat ini, Indonesia telah berhasil menurunkan angka penduduk yang menderita kelaparan dari 37 juta orang pada 1990 menjadi 21 juta orang pada 2012 atau baru mencapai 43,8 persen.
“FAO berharap pada 2030 sudah tidak ada orang kelaparan lagi di dunia. Di sinilah pentingnya Indonesia berperan untuk itu,” tandasnya.
Terkait kerjasama ini, Kepala Batan Prof. Dr. Djarot S. Wisnubroto, saat dikonfirmasi, menyebut sebenarnya FAO ingin Batan berperan aktif di negara berkembang. Misalnya mengirim ahlinya ke negara-negara berkembang untuk mendiseminasikan teknologi nuklir untuk pembuatan varietas tanaman dan teknologi pasca panen.
“Ini bagian pengakuan FAO terhadap Batan. Artinya, keahlian Batan diakui dunia dalam pemanfaatan teknologi nuklir untuk pangan,” katanya.
http://www.harianterbit.com/2013/12/25/fao-indonesia-berperan-kurangi-angka-kelaparan-dunia/