Pasar sayuran hidroponik terus tumbuh, 10—20% per tahun. Peluang bagi para (calon) pekebun sayuran tanpa tanah itu.
Kebun hidroponik seluas 1.000 m2 belum cukup agar Kunto Herwibowo mampu memenuhi permintaan beragam sayuran eksklusif. Dari lahan itu Kunto panen total 80—100 kg per hari yang terjual dengan harga Rp35.000—Rp45.000 per kg tergantung jenis sayuran. Harga endive Cichorium endivia, misalnya, Rp35.000; sedangkan butterhead, Rp40.000 per kg. Pekebun di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, itu panen setiap hari, kecuali Ahad. Dengan produksi minimal 80 kg dan harga minimal Rp35.000 per kg, omzet Kunto dari lahan sendiri memang fantastis, Rp61-juta per bulan. Kunto mengatakan biaya produksi sayuran hidroponik mencapai Rp18.000—Rp22.000 per kg.
Selain dari kebun sendiri, alumnus Institut Teknologi Indonesia itu juga menjalin kemitraan dengan para plasma. Sejak berhidroponik NFT (nutrient film technique) pada 2010, Kunto kini bermitra dengan 6 plasma. Mitra ke-6 baru berproduksi pertengahan—akhir 2014. Dari lima plasma yang telah berproduksi itu, Kunto memasarkan total 250 kg sayuran hidroponik per hari untuk memasok pasar swalayan. Jalinan kerja sama itu berupa penyediaan benih, nutrisi, bahkan perakitan sarana produksi oleh Kunto.
Powered by WPeMatico