Hidup bagai roda yang berputar. Pepatah ini bisa menggambarkan kisah Sulaiman, pengusaha asal Sidoarjo. Pria yang pernah menjadi penggembala bebek ini kini telah menjadi pebisnis telur asin. Nama usahanya, Adonan Jaya. Kini, telur asin buatannya sudah menjangkau pasar di seluruh Indonesia, bahkan ekspor.
Kisahnya berawal ketika 1987, Sulaiman menerima tawaran menggembalakan bebek milik tetangganya di Desa Kebonsari, Sidoarjo, lantaran harus membantu orang tua mencari uang.
Saat itu, karena tidak punya biaya, lulusan SMP ini tidak bisa melanjutkan sekolahnya. “Setiap hari saya harus menggiring bebek ke sana ke mari untuk mencari makan. Saya sampai harus berenang di empang,” kenang pria kelahiran Sidoarjo 56 tahun silam ini.
Namun, ia tak berkecil hati. Bahkan, kondisi tersebut membuatnya bertekad, suatu saat kondisinya akan berubah. Ia pun rajin bekerja dan tak takut mencoba berbisnis kecil-kecilan sembari menjadi penggembala.
Ia membeli telur dari peternak bebek di desanya, dan belajar mengolahnya menjadi telur asin. Telur-telur itu ia jual kepada tetangga dan ke pasar.
Setelah lima tahun berjalan, ia berhasil mengumpulkan modal untuk membuka usaha ternak bebek sendiri. Awalnya, ia hanya membeli 20 ekor bebek. Perlahan, jumlah ternak bebeknya bertambah berkali-kali lipat. Kini, ia memiliki 2.200 ekor bebek, yang bisa menghasilkan sekitar 1.000 – 1.500 telur dalam sehari.
Dengan demikian, Sulaiman tidak lagi mengandalkan pasokan telur dari peternak lain untuk diolah menjadi telur asin. Bapak dua anak ini bilang, ia membuat tiga jenis olahan telur asin, yaitu telur asin biasa, sedang, dan istimewa.
“Kualitas istimewa bisa didapatkan ketika telur berukuran besar dan diperam dalam waktu lebih dari 20 hari. Rasanya masir, dengan warna kuning kemerahan dengan sedikit lelehan minyak ketika dibelah menjadi dua,” ungkapnya.
Sementara, telur asin kualitas sedang, ukurannya sedikit lebih kecil dibanding tipe istimewa, dengan masa peram kurang dari 10 hari.
Sulaiman mengaku, dengan punya peternakan sendiri, ia memang bisa lebih leluasa merencanakan kualitas telur asin buatannya. Contohnya, ternak bebek diberi makan campuran kulit udang, kupang putih dan bekatul. Campuran pakan itu supaya warna kuning telurnya menjadi kemerahan dan ukuran telur lebih besar dan bercangkang tebal.
Usahanya terus berkembang dan produk telur asin buatan Sulaiman sudah merambah hingga Jakarta, Bandung, dan Medan. Bahkan, bisa menembus pasar ekspor. Ini juga karena adanya dukungan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sidoarjo.
Sekarang, Sulaiman mampu menghasilkan 1.500 butir telur asin sehari, dengan harga jual Rp 3.000 per butir. Alhasil, ia bisa meraup omzet sekitar Rp 135 juta sebulan.
Bersaing dengan membuat telur asin aneka rasa
Sulaiman sukses membawa Adonan Jaya sebagai produsen telur asin ternama di Kabupaten Sidoarjo. Bukan hanya Adonan Jaya, Desa Kebonsari, kampung halamannya juga dikenal sebagai kampung produsen telur asin terbesar se-Jawa Timur.
Keberhasilannya tidak diraih dengan mudah. Ia memerlukan waktu lama untuk menemukan resep telur asin yang enak. Sulaiman juga tak segan menerima kritikan dari pelanggan soal kualitas dan rasa telur buatannya.
“Kadang ada konsumen yang protes karena telur asin saya mudah basi dan kuning telurnya tidak masir,” kisah bapak dari dua anak ini. Maka, Sulaiman melakukan uji coba berkali-kali sampai bisa menghasilkan kualitas telur asin yang sesuai keinginan konsumen.
Sulaiman berceritera, untuk menghasilkan telur asin yang enak, ia membalut telur bebek dengan campuran batu bata, abu arang batok kelapa dan garam. “Sebelum dihaluskan, sebaiknya batu bata dibakar lebih dahulu, supaya telur asin tidak mudah berjamur,” jelasnya. Telur asin sudah siap dikonsumsi setelah diperam selama tujuh sampai 10 hari.
Usaha Sulaiman ini rupanya juga dilirik banyak tetangganya sehingga seiring perjalanan waktu, pemain di bisnis telur asin semakin banyak. Maka, Sulaiman pun melakukan inovasi produk sejak 1992.
Ia membuat telur asin aneka rasa, seperti rasa kepiting, udang dan ikan salmon. Ide ini muncul setelah Sulaiman melihat hasil tangkapan seorang nelayan yang juga sahabatnya. “Saya pikir, mengapa tidak coba rasa makanan laut yang banyak digemari orang. Jadi mulailah saya eksperimen,” ceritanya.
Pria kelahiran 56 tahun silam ini bilang, proses pembuatan telur asin aneka rasa berbeda dengan original. Masa peram telur asin aneka rasa selama 12 hari. Nah, setelah itu, telur harus direbus lagi dalam larutan berisi rasa yang diinginkan selama 4 jam. Kemudian, diakhiri dengan proses pematangan akhir. Ada tiga cara pematangan akhir, yaitu dengan direbus, dioven atau digoreng.
Cara pematangan ini menentukan daya tahan masing-masing telur asin tersebut. Misalnya, telur yang digoreng hanya tahan 15 hari, sedangkan telur yang dioven bisa tahan 20 hari.
Inovasi tersebut berhasil mendongkrak penjualan Adonan Jaya. Tak hanya itu, namanya kian populer, sehingga ia tak lagi menjajakan telur buatannya ke pasar karena pelanggan yang justru datang ke tempatnya. Bahkan, banyak pula pesanan yang datang dari luar kota, dan pasar ekspor di wilayah Asia. “Untuk Jakarta saja, saya rutin kirim 2.500 telur asin per bulan,” ungkap Sulaiman.
Kini Sulaiman telah menapaki hari-hari dengan kesuksesan. Namun ia tak pernah melupakan perjuangan membangun usaha Adonan Jaya. Ia ingat, omzet usahanya pernah jeblok hingga 30%, ketika marak kasus flu burung. Ketika itu, banyak bebek yang terinfeksi virus.
Ketika musim hujan dan banjir, kebanyakan bebek juga tidak bisa berproduksi sehingga produksi telur asin Adonan Jaya merosot.
Belajar dari pengalaman, ia pun mengakalinya dengan menimbun lebih banyak telur sebelum memasuki musim hujan besar atau banjir
Lewat telur herbal bermimpi memegang pasar Asia
Meski sudah menguasai pasar Jawa Timur, namun Sulaiman masih punya mimpi besar terhadap Adonan Jaya. Ia ingin membawa telur asin buatannya bisa bersaing di pasar internasional.
Pria kelahiran Sidoarjo, 56 tahun silam ini mengakui, mutu dan popularitas produknya masih kalah saing dengan telur asin buatan Brebes. Maklum, Brebes memang populer sebagai penghasil telur asin terbesar di tanah air.
Itulah yang memacu Sulaiman konsisten menjaga kualitas dan semakin rajin melahirkan inovasi-inovasi produk. “Saya yakin, kalau bisa bikin varian rasa yang bisa diterima semua lidah, maka produk saya bisa menembus pasar asing lebih luas lagi,” ujarnya optimistis.
Asal tahu saja, telur asin produksi Adonan Jaya sudah mulai masuk ke beberapa negara di kawasan Asia. Harapannya, dalam beberapa tahun ke depan, bisa merambah mayoritas kawasan Asia. Untuk mewujudkan itu, ia sudah memulai langkah pertama.
Sejak bulan lalu, ia meluncurkan varian rasa teranyar, telur asin herbal. Sulaiman mengklaim, telur herbal sangat bagus untuk kesehatan, sebab mengandung campuran bahan herbal, seperti ginseng, akar alang-alang, daun jambu batu, dan daun salam.
“Jadi kalau ada orang yang bilang makan telur asin bisa sakit jantung, tidak benar, kalau sudah mencoba telur herbal ini,” tuturnya.
Menurut bapak dua anak ini, proses pembuatan telur herbal sama dengan telur asin aneka rasa lainnya. Namun, proses pemeraman memakan waktu 15 hari, lebih lama ketimbang telur asin original, yakni hanya 7 hari hingga 10 hari.
Tak heran, harga jual telur herbal lebih mahal. Satu butir dibanderol Rp 4.000. Sedangkan, telur asin original dijual seharga Rp 3.000 per butir. Kata Sulaiman, pemasaran telur asin herbal baru dilakukan melalui kalangan rumah tangga, restoran, hotel dan supermarket.
“Sejauh ini, pasar menyambut baik telur asin herbal. Saya yakin, perlahan, produk baru ini bisa diterima semua kalangan, karena juga bagus untuk kesehatan,” ucap Sulaiman.
Memang, impiannya, dalam beberapa bulan ke depan, telur asin herbal sudah bisa merambah pasar luar negeri. Untuk itulah, Sulaiman gencar promosi. Setidaknya, ia menargetkan, untuk jangka pendek, telur herbal bisa lebih dahulu dikenal di seluruh pasar dalam negeri.
Selain mempersiapkan varian telur asin yang bisa diterima semua kalangan, Sulaiman juga bersiap-siap memperbesar kapasitas produksi. Pasalnya, untuk bisa menguasai pasar ekspor, suplai produk harus terjaga. Makanya, ia rutin menambah jumlah ternak bebek minimal 20 ekor per bulan.
Ia memang menganggarkan sebagian keuntungan bulanan untuk memperbanyak jumlah ternak dan memperluas kandang. Tentu, sederet rencana pengembangan usaha yang dilakukan Sulaiman tak hanya demi persaingan. Kini, ia punya tanggung jawab terhadap empat pekerjanya.
Apalagi, ia menjadi panutan sebagai pelopor bisnis telur asin di Desa Kebonsari, Sidoarjo.
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/dulu-penggembala-kini-pengusaha-telur-asin-1,http://peluangusaha.kontan.co.id/news/bersaing-dengan-membuat-telur-asin-aneka-rasa-2,http://peluangusaha.kontan.co.id/news/lewat-telur-herbal-bermimpi-memegang-pasar-asia-3