KOMPAS.com — Upaya Septi Peni Wulandari membukukan metode jarimatika dalam sebuah buku berbuah manis. Masyarakat merespons baik bukunya. Banyaknya masyarakat yang ingin mempelajari jarimatika membuat Peni akhirnya mewaralabakan metode belajar ini. Namun, usahanya sempat terganjal masalah modal dan utang.
Tahun 2003, harapan Septi untuk lebih mengembangkan jarimatika ke tingkat yang lebih luas terbuka lebar. Peristiwa itu terjadi ketika ia bertemu dengan seorang perempuan yang tertarik dengan metode yang dia kembangkan. Orang tersebut pun menyarankan Peni membukukan metode belajar jarimatika.
“Kita enggak kepikiran sampai sejauh itu,” tutur Peni yang kala itu tidak memiliki komputer. Lalu Peni mengumpulkan flip chart dari hasil pengembangan metodenya ini untuk dibukukan.
Ternyata, masyarakat merespons positif penerbitan buku jarimatika tersebut. “Saat ini, buku sudah cetakan ke-13. Kalau diperkirakan, totalnya ada sekitar 130.000 eksemplar di pasar,” jelas Peni.
Tak lama setelah buku jarimatika terbit tahun 2003, banyak pihak yang kemudian menghubungi Peni untuk mengisi pelatihan di berbagai wilayah, khususnya Jabodetabek. Peni pun akhirnya mematenkan jarimatika pada tahun 2005 untuk melindungi karyanya tersebut.
Ketika jarimatika sudah dikenal luas di wilayah Jabodetabek, tahun 2006 Peni sekeluarga mendapat kabar bahwa mertuanya sakit dan dirawat di Rumah Sakit Elisabeth, Semarang. Karena keluarga Peni memiliki waktu yang lebih fleksibel dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain, ia memutuskan kembali ke Salatiga dan merawat ayah mertuanya selama satu bulan.
Setelah sembuh, ayah mertua Peni dibawa ke Salatiga. Di kota ini pulalah anak-anak Peni merasa nyaman dan betah. Mereka tidak ingin kembali ke Jakarta. Dan, “Saat itu, saya berpikir jarimatika di Jakarta sudah mulai berkembang,” kata Peni.
Setelah menetap di Salatiga, Peni harus memulai dari nol lagi. Tabungannya pun sudah habis untuk biaya pengobatan ayah mertuanya. Lagi-lagi untuk yang kedua kalinya suami Peni mengatakan kepadanya: “Bersungguh-sungguhlah kamu pada Allah, Rasulullah, bapak dan ibu. Ketika kamu bersungguh-sungguh, maka masalah dunia, Allah yang mengatur,” papar Peni menirukan nasihat suaminya.
Kekhawatiran Peni akhirnya pudar ketika banyak media yang meliput metode jarimatikanya ini. Usahanya pun berkembang tak hanya di seputar Jabodetabek, tetapi juga melebar ke pantura, mulai dari Solo sampai Bali dan Nusa Tenggara. Metodenya ini juga mulai diterima di wilayah luar Jawa. “Paling tidak sudah tersebar sampai ke 33 kota,” jelasnya.
Awalnya Peni memang tidak ada niat mewaralabakan usahanya. Ia pun memungut biaya tipis saja. Namun, ia menyadari sesuatu yang digratiskan pasti pada akhirnya akan hancur karena tidak ada komitmen untuk investasi.
Peni menilai biaya investasi yang hanya Rp 3 juta kurang mempan menumbuhkan komitmen mitra usahanya. Pada tahun 2007, ia menaikkan biaya kemitraan menjadi Rp 9,5 juta. “Efeknya sangat baik, banyak mitra yang sungguh-sungguh menjadikan usaha ini sebagai sebuah bentuk investasi,” tuturnya.
Peni juga sempat kewalahan menutup utang bank yang pernah ia ajukan guna membangun kantor dan mencetak berbagai perlengkapan pendukung untuk metode jarimatikanya. “Saya tidak menyangka bunga utang bank sangat memberatkan,” imbuhnya.
Ia pun memberanikan diri mempresentasikan usahanya ini ke bank-bank guna mendapatkan dana pinjaman untuk bisa menutup sisa utangnya. Dari tiga bank yang didatangi Peni, dua di antaranya menolak konsep Peni. Apalagi, Peni juga tidak punya agunan untuk menjamin utangnya.
Peni harus bolak-balik Salatiga-Semarang untuk mengajukan proposal usahanya tersebut. Satu-satunya modal yang ia bawa untuk mengajukan utang kepada bank adalah kliping hasil tulisan berbagai media.
Setelah beberapa kali ditolak, Peni menemukan satu bank yang mau memberikan utang tanpa agunan. Selain mendapatkan modal usaha, Peni juga mendapat dana untuk menutup bunga bank yang melilitnya saat itu.
Jarimatika merupakan celah bagi Peni menjadi seorang pengajar sekaligus pengusaha. Dari jarimatika, banyak ibu rumah tangga yang menjadi penulis buku bertema jarimatika. (Selesai) (Handoyo/Kontan)
Sumber : http://female.kompas.com/read/2013/04/24/07210379/Pemenang.Kartini.Next.Generation.Award.2013
Dikutif : 06 Juni 2013
Pemenang Kartini Next Generation Award 2013
KOMPAS.com – Untuk memeringati semangat ibu Kartini, Direktorat Pemberdayaan Informatika, Ditjen Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyelenggarakan ajang penghargaan untuk perempuan berprestasi, yaitu Kartini Next Generation Award 2013.
Seperti diketahui, di zaman sekarang ini perempuan memiliki akses yang semakin bebas untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sayangnya, belum semua perempuan bisa memanfaatkan TIK seoptimal mungkin sehingga memberi manfaat kepada lebih banyak orang, misalnya dengan menjadi seorang pengusaha online shopping.
“Ini adalah tahun kedua penyelenggaraan Kartini Next Generation Award. Ajang ini merupakan sebuah wujud apresiasi perempuan yang sukses melakukan semua aktivitas positifnya berkat dukungan TIK. Pemberian penghargaan ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi kaum perempuan agar lebih kreatif, inovatif, dan produktif dalam memanfaatkan kemajuan teknologi dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Carlia Djajadisastra, Ketua Tim Acara dan Penjurian Kartini Next Generation Award 2013, saat konferensi pers di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (22/4/2013) lalu.
Tahun lalu, ajang ini hanya bisa diikuti oleh pengusaha perempuan. Namun sekarang semua aktivis perempuan yang memanfaatkan TIK bisa mengikutinya. Selain itu di tahun 2013, ada empat kategori yang dilombakan, yaitu Inspiring Women in Information and Communication Technology (ICT) for Education, ICT for Entrepreneur, ICT for Media Creative, dan ICT for Community Development.
“Tahun ini juga akan diberikan special award kepada dua perempuan yang menjadi pelopor di bidangnya masing-masing,” tambahnya.
Ajang ini diikuti oleh perempuan dari berbagai komunitas dalam rentang usia 20-40 tahun, yang memanfaatkan TIK untuk menjalankan aktivitasnya. Dalam waktu satu bulan, pesertanya mencapai 40 orang dari berbagai daerah dan negara seperti Jerman, Amerika, Malaysia, dan Arab Saudi. Penjurian dimulai dengan melakukan seleksi administrasi peserta, dan menyisakan 11 finalis dari semua kategori.
Dewan juri untuk pemilihan pemenang ajang terdiri atas Kalamullah Ramli (staf Kemkominfo), Teddy Sukardi (praktisi), Michael S. Sunggiardi (praktisi), Sylvia Sumarlin (pengusaha), Ninok Leksono (wartawan), Euis Amalia (ekonom), dan Puspita Zorawar (motivator SDM).
Berikut nama-nama penerima penghargaan Kartini Next Generation Award 2013:
1. Inspiring Woman in ICT for Education: Septi Peni Wulandani
2. Inspiring Woman in ICT for Entrepreneur: Stefanie Kurniadi
3. Inspiring Woman in ICT for Creative Media: Adiska Fardani
4. Inspiring Woman in ICT for Community Development: Nila Tanzil
5. Special Award for Inspiring Woman in ICT: Angkie Yudistia dan Aulia Halimatussadiah
Sumber : Kompas.com