Oleh : Amarthya Sen, peraih Nobel Ekonomi 1998)
Sebelumnya, tidak jelas benar bagaimana hubungan yang dapat terjalin antara dunia keuangan dan penghapusan kemiskinan, apalagi dengan perdamaian, sampai akhirnya pada 2006 komite Nobel telah membuka mata dunia bahwa ada keterkaitan erat di sana. Pemberian penghargaan kepada Muhammad Yunus – karena jasanya mengembangkan microfinance untuk mengurangi jumlah penduduk miskin — telah membuktikan bahwa di tangan bankir yang tidak rakus dan peduli, lembaga keuangan menjadi alat yang sangat kuat untuk menciptakan tatanan kehidupan dunia yang lebih baik.
Masalahnya, saat ini masih ada hampir 3 miliar penduduk dunia berdasarkan catatan Consultative Group to Assist the Poor yang tidak memiliki akses ke keuangan. Tantangannya sekarang: bagaimana akses keuangan dapat dibuka seluas-luasnya kepada mereka yang belum mampu. Menurut kelompok ini, diperlukan inclusive financial system yang bisa berjalan seiring dengan kebutuhan kaum miskin. Mengandalkan sektor perbankan mikro saja rasanya tidak cukup. Perbankan perlu didukung sektor keuangan lain secara paralel, seperti asuransi, credit rating, dana pensiun dan pasar modal.
Dalam hal ini, apa yang bisa diberikan pasar modal buat si miskin? Pasar modal sampai kini masih sering diasosiasikan sebagai mainan orang kaya — toys for the rich — dan ajang spekulasi bagi triliunan hedge fund. Tidak ada ruang bagi mereka yang memiliki keterbatasan keuangan. Padahal, pemberdayaan sang miskin melalui pasar modal sungguh memungkinkan, misalnya pasar modal dapat mengambil langkah “meningkatkan kapabilitas†di satu sisi dan “mencegah kehilangan kapabilitas†si miskin di sisi lain. Langkah pertama dapat dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, misalnya, dengan mendukung kredit mikro yang sudah berlari di depan. Sebagai mitra pendukung industri microbanking, pasar modal dapat memberikan askses seluas-luasnya bagi lembaga microbanking untuk dapat menerbitkan saham atau obligasi guna berekspansi agar dapat menyentuh lebih banyak masyarakat. Di negara-negara Amerika Latin, dukungan seperti ini sudah dilakukan. Misalnya, pada 1997 Bancosol mulai mencatatkan diri sebagai emiten obligasi di Bolivia, disusul FinAmerica yang menerbitkan convertible bond senilai US$ 2 juta.
Di Indonesia, tentu kita masih ingat, salah satu lembaga microfinance terkemuka, Bank Rakyat Indonesia (BRI), telah go public pada 2003 dengan oversubscribed lebih dari 15 kali. Di sisi lain, pasar modal bisa juga berkiprah langsung dalam penciptaan akses keuangan bagi si miskin melalui mekanisme penciptaan skema atau produk yang menjadikan mereka sebagai target. Beberapa lembaga keuangan global telah menciptakan skema semacam global fund untuk kesehatan ataupun reksa dana untuk membangun perumahan bagi kaum miskin ataupun sistem kesehatan.
Dengan membuat fokus-fokus pengelolaan dana, seperti infrastructure fund, education fund dan health fund, diharapkan inisiatif-inisiatif tersebut dapat kena sasaran. Deutsche Bank dengan Global Social Investment Fund-nya aktif berinvestasi dalam sektor perumahan dan kesehatan yang diperuntukkan bagi kaum miskin. Atau, bagaimana pasar modal dapat memperbaiki kualitas air untuk si miskin melalui pembentukan global water fund. Asset backed securities (sekuritisasi aset) adalah salah satu yang terbaru, misalnya Bangladesh telah memulai dengan BRAC. Jika ada sekuritas yang mau menerbitkannya di Indonesia, niscaya Bank Tabungan Negara akan sangat terbantu untuk melanjutkan ekspansi kredit perumahan bagi si kecilnya, dan Bank Mandiri dapat menambah portofolio kredit sepeda motor di pedesaan. Danareka atau Bahana juga dapat berpartisipasi dalam tugas mulia ini dengan melakukan moving down dari fokus kepada klien-klien BUMN besar, misalnya, ke para nasabah kecil, yang jujur dan tidak bermasalah tersebut.
Contohnya, penciptaan socially investing fund, yang sebagian keuntungannya dijadikan sebagai modal bergulir untuk modal kerja. Hal ini sangat dimungkinkan, apalagi dengan mengutip Yunus, banyak dari mereka yang cukup bermodal awal US$ 10, bahkan kurang. Social Capital Market perlu dibentuk untuk mengelompokkan lembaga-lembaga keuangan yang memiliki kepedulian yang tinggi dalam membantu menghapus kemiskinan yang sekarang mungkin masih dalam tahap awal, dengan memasukkannya untuk sementara dalam kategori aktivitas Corporate Social Responsibility. Sekarang saatnya dibentuk indeks CSR yang merupakan kumpulan perusahaan yang tidak sekadar ramah lingkungan, tapi juga mau menyisihkan sebagian labanya untuk penghapusan kemiskinan. Di kemudian hari, investor yang ingin berkontribusi bagi si miskin dapat memilih emiten-emiten dalam kategori tersebut.
Hal itu tidak saja membantu meningkatkan kapabilitas, tetapi pasar modal juga dapat membantu mencegah si miskin “kehilangan kapabilitasâ€Â, dengan fasilitas structured fund/derivative sebagai contohnya. Dalam kasus bencana alam, misalnya, tidak bisa dimungkiri bahwa yang paling menderita adalah mereka yang berada di daerah terpencil dan masuk kategori miskin. Bencana alam tak hanya membawa kepedihan, tetapi juga menghilangkan mata pencarian sehari-sehari. Derivative securities seperti wheather/disaster derivative dapat digunakan untuk mencegah si miskin kehilangan kapabilitas, sehingga bencana alam yang mungkin terjadi dapat di-hedge melalui mekanisme long and short yang bisa difasilitasi lembaga keuangan tertentu atau mungkin pemerintah (“How Wall Street Can Aid the Poor of the World?†Financial Times, February 2004).
Sesungguhnya, banyak hal lain yang bisa dilakukan pasar modal. Sehingga, tak mengherankan, banyak pihak — salah satunya Grameen Foundation, yang baru saja mendapatkan pemimpin untuk unit Pasar Modalnya — optimistis bahwa setelah microbanking, pasar modal dan investor sosial akan menjadi kontributor utama, tidak hanya untuk mengembangkan microfinance, tetapi juga mengurangi kemiskinan.
Penulis adalah pemerhati keuangan dan pasar modal.
Sumber : http://swa.co.id/listed-articles/pasar-modal-untuk-kaum-miskintanya?mobile