Oleh : Eko Widaryanto
Yang dimaksud dengan Desa Mandiri Energi (DME) adalah desa yang masyarakatnya memiliki kemampuan memenuhi lebih dari 60% kebutuhan listrik dan bahan bakar dari energi terbarukan yang dihasilkan melalui pendayagunaan potensi sumberdaya setempat.
Sasaran utama Desa Mendiri Energi (DME) adalah Desa Miskin, Desa Daerah Tertinggal, Desa Transmigrasi, Desa Pesisir, Desa Pulau Kecil dan Desa Daerah Perbatasan.
Desa Mandiri Energi merupakan salah satu program penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan di desa-desa tertinggaI dengan mendorong kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energi sendiri di wilayahnya. Salah satu sasaran prograam tersebut adalah melepaskan ketergantungan masyarakat desa tertinggal terhadap bahan bakar minyak yang harganya cenderung terus meningkat. Apabila masyarakat di daerah terisolir, di Pulau terpencil, atau di desa tertinggal sudah dapat memenuhi energinya sendiri, diperkirakan akan tumbuh kegiatan-kegiatan berikutnya yang bersifat mendorong dan menstimulasi ekonomi pedesaan. Menggeliatnya ekonomi pedesaan ini pada gilirannya akan berdampak positif bagi upaya pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja dalam rangka penanggulangan pengangguran.
Tidak seperti warga yang tinggal di daerah berinfrastruktur baik, warga miskin sering kali harus membakar BBM lebih mahal karena besarnya harga distribusi akibat infrastruktur kurang memadai. Kemampuan negara untuk melayani demi menjangkau mereka amat terbatas. Pada titik inilah kedua kepentingan bisa dipertemukan lewat pengembangan Desa Mandiri Energi (DME).
Dengan mengacu pada kesesuaian agroklimat dan kelayakan sosial-ekonomi, maka dapat dikembangkan Desa Mandiri Energi berbasis tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L), kelapa sawit (Elueis gueneensis), kelapa (Cocos nucifera), singkong (Manihot esculenta), dan tebu (Saccharum officinarum). Di samping Iima tanaman tersebut ada beberapa tanaman lain yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku BBN bagi Desa Mandiri Energi, yakni jagung (Zea mays), sorgum (Sorghum bicolor L.), dan aren (Arenga pinnata). Di luar itu tidak tertutup kemungkinan dikembangkan tanaman lain yang berpotensi sebagai bahan bakar BBN yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.
Salah satu pencapaian mandiri Energi yang kami ketengahkan di sini adalah pencapaian kebutuhan energi untuk kebutuhan memasak untuk rumah tangga yaitu dengan menggunakan Kompor UB 16 series yang dapat menggunakan bahan bakar nabati seperti : jarak pagar, kelapa sawit, nyamplung, biji kapok randu, kopra kelapa yang mana semua komoditi tersebut dapat diupayakan oleh masyarakat sendiri tentunya di daerah yang memenuhi persyaratan sebagai kawasan mandiri energi seperti yang telah dikemukakan di atas.
Kompor UB 16 series tersebut telah dipresentasikan pada The Third Asean Plus Three (China, Japan and Korea) Forum on Biomass Enegy. Suzhou, China. July 12-16, 2010.
Kompor UB 16 series mempunyai efisiensi biaya yang cukup tinggi dibanding menggunakan minyak tanah (Tabel 1).
Tabel . Perbandingan Biaya dan Nyala Api Beberapa Bahan Bakar dengan Menggunakan Kompor UB 16/UB 16 S
No |
Bahan Bakar |
Harga (Rp.kg-1) |
Nyala Api (jam) |
Harga (Rp.jam-1) |
1 |
Biji Jarak (Kernel) |
1.600 |
5 |
320 |
2 |
Buah Kelapa Sawit |
1.500 |
5 |
300 |
3 |
Briket Biji Kapuk |
1.200 |
4 |
300 |
4 |
Biji Karet (Kernel) |
600 |
5 |
120 |
5 |
Kopra Kelapa |
2.750 |
6 |
458 |
6 |
Minyak Tanah |
7.500 |
4 |
1875 |
Dari kelima macam bahan bakar nabati tersebut nampak jelas bahwa semuanya mempunyai efisiensi
biaya yang sangat besar dibanding jika menggunakan bahan bakar minyak tanah, dan semua komoditas tersebut dapat diupayakan sendiri oleh masyarakat, khususnya di pedesaan.
Dalam hal pengadaan kompor ini bukan berarti dapat menggantikan kompor elpiji yang telah ada 100 % seperti yang telah dituturkan oleh ibu Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Evita Herawati Legowo “walaupun sudah cukup banyak yang melirik kompor dari biji jarak tersebut tidak mungkin bisa menggantikan penggunaan kompor elpiji 100 persen”. (www.energiterbarukan.net 4 Agustus 2010)
Adanya inovasi teknologi tepat guna kompor biji jarak UB-16 merupakan langkah yang tepat guna membantu masyarakat pedesaan untuk mengatasi masalah kebutuhan energi. Pengembangan kompor ini akan banyak memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik masyarakat maupun pemerintah yaitu:
- Memenuhi sebagian kebutuhan energi terutama melalui penggunaan kompor masak yang cocok untuk masyarakat pedesaan dengan harga yang lebih murah, tetapi berkualitas dan mudah penggunaannya.
- Meningkatkan kemampuan dan ketahanan ekonomi masyarakat terhadap krisis energi dunia, melalui penggunaan energi yang efisien.
- Membuka lapangan kerja, sehingga secara langsung dapat meningkatkan tingkat perekonomian negara.
- Mengurangi kerusakan lingkungan dan efek rumah kaca global melalui penggunaan bahan bakar organik yang rendah polusi.
- Memanfaatkan potensi kekayaan alam Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi.
- Membantu pemerintah dalam mengurangi subsidi BBM, khususnya minyak tanah.
Sangat disanyangkan masih adanya proyek-proyek pemerintah tentang penggunaan minyak jarak sebagai bahan bakar kompor. Hal tersebut tidaklah layak secara ekonomis, karena untuk mendapatkansatu liter minyak jarak diperlukan kurang lebih 5 kg biji jarak kering, dan bila harga biji jarak Rp 1500,-/kg maka biaya untuk pembuatan satu liter minyak jarak sebesar Rp 7500,-/l belum termasuk biaya pengepresan minyak yang masih membutuhkan energi listrik. Dengan kata lain bahwa biaya pembuatan satu liter minyak jarak (Jatropha Crude Oil) masih lebih mahal dibanding denganharga CPO (Crude palm Oil) bahkan masih lebih mahal dibanding harga minyak goreng curah yang hanya berkisar Rp 6500/liter.
Sumber : http://ekowidaryanto.lecture.ub.ac.id/2012/02/ayo-mandiri-energi/