Bila kawan-kawan di lingkungan redaksi Majalah Trubus selalu berupaya mengangkat tema-tema tulisan sehingga menjadi isu-isu yang yang menancap atau membekas di benak publik. ?Peran saya adalah mengolah isu yang yang diangkat Majalah Trubus agar juga memperoleh tempat di hati publik, hingga memperluas pangsa pasar di tengah hamparan publik. Jadi menciptakan pasar itu sebenarnya bermula dari mata dan hati publik,? demikianlah kira-kira peran yang dimainkan oleh Ike, panggilan akrab Utami Kartika Putri, Manajer Pengembangan Produk Majalah Trubus yang ditemui INFO akhir Ferbuari lalu.
Ike memberi contoh, bila Majalah Trubus mengangkat tulisan tentang buah Merah dari tanah Wamena (Papua), maka ia dan tim-nya akan mengolah tema itu menjadi paket pelatihan, buku serta video CD tentang cara budidaya buah Merah yang layak jual. “Ini penting dilakukan sebab Trubus merupakan trendsetter (penemu/ pelopor mode—red) bagi kalangan entrepreuneur agrobisnis,” tandas Ike yang meniti debut kariernya sebaga wartawan Trubus tahun 1994.
Lebih jauh ia memaparkan, unit bisnis yang ia pimpin ingin menaikkan citra Trubus sebagai Pusat Informasi Pertanian. Pusat informasi ini bahannya adalah literatur dari perpustakaan serta informasi yang digali dan dikembangkan oleh wartawan. Untuk mendukung hal ini pihak Trubus menganggarkan pembelian buku senilai Rp 1 juta – 2 juta per bulan. Sedangkan unit Pengembangan Produk akan mengemas tekonologi dan informasi dari Trubus menjadi paket pelatihan, buku dan paket VCD untuk ditawarkan ke masyarakat agar menjadi bisnis yang menguntungkan. Upaya ini mulanya tidak gampang, sehingga kegiatan pelatihan sempat ditutup sementara waktu. “Namun setelah dicermati, bisnis pelatihan tidak berkembang karena para staf kurang kreatif mengolah informasi sehingga menjadi produk yang layak jual,” singkap sarjana Pertanian dari Unibraw, Malang dengan kalem.
Ikhwal keberhasilan unit Pengembangan Produk yang dipimpinnya, ia menuturkan beberapa syarat yang mesti dipenuhi yaitu : Pertama, mengenal pasar kita itu siapa. Menurutnya, pasar unit Pengembangan Produk identik dengan pasar Majalah Trubus mereka datang dari kelas menengah yang umumnya tinggal di perkotaan. Kedua, mampu membaca trend pasar. Ini berarti ada peluang bisnis bila membeli atau memanfaatkan informasi yang ditawarkan. Ketiga, mampu mengolah informasi yang ilmiah menjadi informasi yang benar-benar praktis. Keempat, adanya konsultasi sebagai bagian kegiatan layanan purna-jual atas paket informasi yang dijual. “Saya menyadari kegiatan konsultasi penting untuk menunjang pengembangan kegiatan pelatihan ke depan,” ujarnya sambil tersenyum. Kelima, mengemas informasi menjadi paket yang benar-benar layak jual. Faktor ini menyangkut gabungan berbagai aspek antara lain produk yang berkualitas, pasar, harga, dan promosi.
Organizer Pelatihan dan Pameran
Kesuksesan sekarang itu berawal dari proses, barangkali inilah yang terjadi pada Ike dan unit Pengembangan Produk yang dipimpinnya. Ia memaknai unit Pengembangan Produk berawal dari peran sebagai organizer. Ia menggambarkan, semula pembaca ingin mengenal dan mengembangkan suatu produk dari pakar atau praktisi, lalu Trubus memfasilitasi dan jadilah pelatihan, kemudian diperdalam lagi maka jadilah buku dan VCD. Tentunya ini pun masih mungkin dikembangkan melalui pemberian jasa konsultasi, bahkan paket agrowisata. Inspirasi ini diperoleh dari kunjungannya ke Batam belum lama ini. “Kami menemukan kebun seluas 40 hektar yang ditanami buah-buahan seperti mangga, durian, serta sayuran bahkan ada juga ikan kerapu,” tuturnya serius.
Pengenalan produk-produk yang ditulis Trubus ternyata juga memerlukan media lain, maka jadilah Trubus juga memasuki bisnis organizer pameran. Tak heran dari unit Pengembangan Produk Trubus bisa menambah omzet Rp 1 miliar – 2 miliar per tahun. Angka itu utamanya diperoleh dari pelatihan yang per paket berkisar Rp 500 ribu – Rp 3 juta dan penjualan buku. Ikhwal keahlain Trubus sebagai organizer pameran ditunjukkan lewat keberhasilan lewat beberapa pameran. Misal belum lama ini pihaknya sukses menggelar Trubus Agro Expo, “Pameran yang dibuka sampai 11 hari bisa mendatangkan pengunjung hingga 20 ribu orang, sementara ruang stand yang dijual bernilai Rp 1 juta – 1,7 juta,” tutur putri Mayjen (Purn) Haryoto dengan kalem.
Puaskah dengan keberhasilan yang telah diraih ? Ia menjawab kalau ditanya puas terhap pekerjaan, baginya untuk tidak ada habisnya. “Puas kalau kita menemukan suatu komoditas baru dan menarik buat konsumen,” singkap ibu tiga anak ini dengan tenang. Ia menggambarkan, penemuan buah Merah menjadi isu yang menghebohkan karena diyakini mampu menyembuhkan penyakit mematikan. Sehubungan dengan ini, Tim Trubus dikirim ke Wamena untuk menggali informasi apa itu buah merah, bagaimana cara membudidayakannya dan kemudian menyebarkan informasi itu melalui Trubus. Kemudian dikemas dalam bentuk, buku, foto-foto dan VCD, serta tak tertutup kemungkinan untuk menjual informasi dalam bentuk pelatihan dan paket agrowisata. “Pada intinya kita harus bisa mengendus peluang, tahun tred-nya, dari sinilah eksplorasi pasar dimulai,” ujarnya.
Menyoal trend pasar, menurutnya tahun 2004 adalah tanaman hias seperti : Aglonema, adenium, euvorbia dan anggrek. Sedangkan tahun depan adalah tanaman obat, ini tampak dari fenomena tanaman Merah yang hingga kini isunya masih hangat. (Sigit-Amin)