‘Pendekar’ yang memberdayakan masyarakat
Pemenang Ketiga, Kusala Swadaya kategori Motivator
Dusun Kebon Konang, Bayat, Klaten memiliki seorang ‘Pendekar’ yang mendorong pemberdayaan buruh batik. Kisah tersebut ternyata sampai ke Thailand, tempat penyelenggaraan Human Home Worker Conference. Bahkan idenya direkomendasikan untuk direduplikasi di beberapa negara lainnya. Dia adalah Ibu Suminah, seorang wanita yang hanya menyelesaikan sekolah dasar melalui ujian persamaan. Dibalik kegarangannya ketika menagih hutang anggota, tersimpan idealisme pemberdayaan yang tiada tanding.
Karya sederhananya berupa mengembangkan sistem simpan pinjam bagi buruh batik di desanya. Dari simpan pinjam tersebut kemudian dikembangkan menjadi semacam dana sehat bagi pekerja-pekerja batik di tempatnya. Buruh batik yang mengikuti simpan pinjam cukup menyisihkan dana sejumlah Rp. 200,00 per bulan per anggota. Anggota yang telah membayar tersebut jika sakit bisa berobat ke puskemas dengan gratis. Puskesmas akan membebankan pembiayaan tersebut kepada kelompok. Sistem asuransi sederhana tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan buruh batik di desanya.
Merunut kembali ke belakang. Karya suminah diawali dari tawaran Bina Swadaya gugus wilayah (guswil) tersebut disambut baik oleh Suminah mengingat minimnya pendapatan buruh batik di desanya. Suminah kala itu berjuang keras untuk mengumpulkan ibu-ibu dan mengembangkan embrio kelompok yang menjadi basis pemberdayaan perempuan pengusaha kecil.
Mengumpulkan kelompok ternyata tak semudah yang dibayangkan. Tantangan terutama datang dari suami-suami yang menganggap istri-istri mereka lebih banyak berkumpul dan bergosip daripada bekerja. Kecurigaan lain juga muncul dari aparat pemerintah desa yang merasa jabatannya terancam ketika ibu-ibu digerakkan dalam sebuah kelompok. Alhasil, lahirlah intimidasi yang diterima anggota kelompok agar mereka tidak menjadi pengurus.
Berbagai halangan tersebut membuat Ibu Suminah mau tak mau menjadi single fighter dalam mengembangkan kelompok dan usaha bersama mereka. Pada awal 1992 dia harus berperan sebagai motivator, ketua, bendahara sekaligus sekretaris kelompok. Dengan pengetahuan yang minim beliau berusaha membuat pembukuan sederhana untuk mencatat keuangan kelompoknya. ‘Yang penting ada debet dan kredit’ demikian prinsip Suminah dalam membuat sistem keuangan kelompok.
Sepuluh tahun kemudian, barulah ada perubahan manajerial dalam kelompok Ibu Suminem. Pelatihan Manajerial KSM yang dilaksanakan Bina Swadaya Guswil Boyolali mensyaratkan setiap kelompok haruslah memiliki kepengurusan. Akhirnya, KSM Sidomukti yang digawangi oleh Ibu Suminem mendaulatnya menjadi bedahara. Seorang yang tegas dan galak terhadap kreditor yang nakal. ‘Yen nesu koyo buto, nggih jan-janipun atine apik’ (Ind: Jika marah seperti raksasa, Walaupun sebenarnya hatinya baik) kata seorang anggota menanggapi sikap Ibu Suminah.
Hingga saat ini kelompok yang dikomandaninya telah berkembang menjadi empat buah kelompok. Tiga kelompok baru yang terbentuk adalah kelompok (1) Wana arta yang memfokuskan pada simpan pinjam saja, (2) Karya Busana, yang menampung ibu-ibu penjahit batik, dan (3) Kelompok Harapan yang menampung ibu-ibu pedagang makanan. Keempat kelompok tersebut tetap mendaulatnya Ibu Suminah sebagai pendamping.
Kerja keras tersebut akhirnya membuahkan hasil bagi anggota kelompok. Hingga saat ini KSM sidomukti yang memiliki 45 orang anggota dan pada tahun 2006 membagikan SHU kepada anggotanya sejumlah Rp. 21.000.000,00. Keberhasilan lainnya, saat ini anggota KSM Sidomukti memiliki modal untuk mengelola usaha batik mereka. Anggota tinggal memproduksi batik dan menyerahkan kepada pengepul untuk dicelup. Bahkan dari simpanan yang dimiliki anggota, KSM Sidomukti telah mampu memiliki mesin pencelup sendiri.
Batik Tulis KSM Sidomukti yang memiliki pasar masyarakat menengah ke atas berusaha dengan keras untuk merambat ke pasar nasional. Sedangkan pemasaran ke tingkat internasional masih menjadi harapan yang akan terus dikejar oleh KSM sidomukti.