Berbagi Pengalaman dan Pembelajaran dalam melaksanakan program pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat. Di Yogyakarta tanggal 4 November 2009.
Acara Seminar ini dihadiri oleh sekitar 100 orang terdiri dari Forum PRB Gajihan, Pucung dan Ngargomulyo, seniman dari Gajihan dan Ngargomulyo, Departemen Sosial Jakarta, Pemda Provinsi Bengkulu, BDPB Provinsi Bengkulu, LSM Internasional (Cordaid), LSM dari Jogja, Jawa Tengah, Ruteng NTT, Malang-Jawa Timur, Praktisi Pemberdayaan Masyarakat, Niaga Swadaya Yogjakarta, PPKM-Jogjakarta, Biro-Komunikasi, dan Koordinator PMW.
Diawali dengan tarian penyambutan tamu “Jalantur” , sebuah tarian tradisional yang biasa digunakan untuk sosialisasi program DRR dari Magelang. Seminar dibuka oleh Direktur Utama Bina Swadaya Konsultan, Ibu Irawati. Dalam sambutannya beliau mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah dengan sangat baik bekerja sama dengan Bina Swadaya Konsultan dan juga Cordaid yang telah membantu masyarakat dalam pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas. Tersirat harapannya semoga acara ini dapat bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam peningkatan pemahaman masyarakat tentang kesiap-siagaan menghadapi bencana sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.
Berikut makalah yang disampaikan…
- Pemaparan makalah dimoderatori oleh salah satu direktur Bina Swadaya Konsultan, Ari Primantoro
- Makalah pertama disampaikan oleh Eko Teguh Paripurno (penerima Sasakawa Award untuk Pengurangan Risiko Bencana), Koordinator Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran, dengan judul tulisan “Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK)”.
- Letak geografis dan struktur geologis menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara berpotensi rawan bencana, antara lain gempa bumi, banjir, tanah longsor, badai, tsunami, kebakaran hutan dan lahan serta letusan gunung berapi.
- Sampai saat ini kita belum mampu secara tuntas menghilangkan risiko bencana akibat fenomena itu. Tetapi perbedaan kemampuan kita mengenali, memahami dan mensikapi bahaya itulah yang membuat besaran risiko yang mengena pada diri kita berbeda.
- Kehancuran dasyat terjadi akibat gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara serta DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kita masih kebingungan mensikapi fenomena bencana tersebut. Bencana seringkali dianggap sebagai sesuatu takdir, cenderung diterima apa adanya.
- Saat bencana terjadi, hampir seluruh aktor mencurahkan tenaga dan pikiran untuk melakukan tindakan gawat darurat bagi korban bencana. Selanjutnya melakukan rehabilitasi maupun rekonstruksi untuk kembali masyarakat bisa melakukan rutinitas hidup secara normal.
Dalam manajemen risiko bencana berbasis masyarakat, sebuah komunitas dapat diartikan sebagai sebuah kelompok masyarakat yang dapat mempunyai kesamaan, misalnya tinggal di lingkungan yang sama, terpapar ke risiko bahaya yang serupa atau sama-sama terkena dampak suatu bencana. Komunitas juga mempunyai masalah, kekhawatiran dan harapan yang sama tentang risiko bencana. Partisipasi komunitas merupakan suatu proses untuk memberikan wewenang lebih luas kepada komunitas untu secara bersama memecahkan berbagai persoalan yang terjadi akibat bencana. Yang penting adalah kemauan dan tekad untuk bersama-sama menanggulangi bencana.
Adapun parameter atau indikator, prinsip-prinsip dan rekomendasi pada PRBBK disampaikan dalam paparan lengkap makalahnya.
Nara sumber kedua adalah Dwi Daryanto dari Kesbang Pol Linmas Pemda Bantul dengan judul presentasi “Upaya Kapupaten Bantul Dalam Program Pengurangan Risiko Bencana Gempa dan Tsunami”
Dalam presentasinya menyebutkan bahwa belajar dari bencana alam di Aceh (Desember 2004), isue badai tropis di pantai selaan Yogyakarta (2005), gempa Mei tahun 2006 di Bantul dan Tsunami di Pangandaran Jawa Barat (Juli 2006), pemerintah Kabupaten Bantul telah siap dengan program “Tanggap Bencana” dengan pembangunan sistim peringatan dini Tsunami, dan dengan kemauan dan tekad telah memiliki 37 org dlm tim SAR, tenaga sukarelawan2 dg satu wadah ‘tim reaksi cepat’ 24 jam operasi. Selalu siap dikontak dan telah mengalokasikan dana tak terduga bupati Bantul untuk antisipasi penanggulangan bencana.
Model penangulangan bencana di Bantul belum tentu cocok diterapkan di tempat lain yang mengalami bencana, yg terpenting adalah modal sosial masyarakat (komunitas).
Hal lain yang menarik didiskusikan saat itu adalah tentang hakikat CMDRR (Community Managed Disaster Risk Reduction)dalam konteks program. Indikator keberhasilan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat (CMDRR) adalah adanya partisipasi masyarakat yang meningkatkan martabat masyarakat berdasarkan pada kesesuaian cita-cita Program/LSM dan masyarakat. Dalam diskusi ini dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan CMDRR adalah pada kesiapan masyarakat melakukan upaya pengurangan risiko bencana berbasis budaya dan sumberdaya lokal dengan kerjasama berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini juga diperdengarkan musik mocopatan dari Klaten yg isinya tembang (lagu) yang berhubungan dengan peristiwa bencana yg terjadi di Yogyakarta dan penanggulangan bencana. (Seni wiraswara)
Setelah diselingi dengan makan siang, pada sesi kedua ada tiga tokoh masyarakat yang aktif dalam forum dan komunitas berbagi pengalaman mereka dalam mengantisipasi bencana dan bagaimana mensikapinya melalui forum dan komunitas mereka masing-masing. Pada sesi kedua ini acara seminar di moderatori oleh Ibu Ikasari. Mereka adalah “Forum Pengurangan Risiko Bencana Pucung, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta”, disampaikan oleh ketuanya Bp. Suryono, kedua adalah “Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa Ngargomulyo” disampaikan oleh kepala desanya, Bp. Yatin dan ketiga ‘Forum Pengurangan Risiko Bencana Gajihan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah” disampaikan oleh bendahara forum Bp. Rohmanto.
Wujud nyata kegiatan ketiga Forum di sajikan dalam pameran dimana kita semua dapat melihat foto-foto kegiatan dan produk-produk yang dihasilkan seperti pelatihan, simulasi evakuasi dan P3K, maket PRB desa Wukirsari, Perdes PRB, alat-alat peringatan dini, kegiatan usaha untuk fundraising FPRB, dan sebagainya.
Pameran tidak hanya menyajikan foto-foto dan cerita tentang PRB juga ada sejumlah buku-buku tentang PRB, pemberdayaan masyarakat, pertanian, keuangan mikro yang dibagikan dan dapat dibeli. Kunjungan lapang ke Bantul dan Klaten diikuti oleh tamu dari Bengkulu, Ruteng-NTT, Cordaid dan Bina Swadaya Konsultan, telah memberikan harapan dan keyakinan untuk mencoba kegiatan serupa di wilayahnya masing-masing.(ea)