Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang telah dibentuk sejak jaman IPP dan kemudian lebih sering disebut sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) melaksanakan kegiatan utama simpan pinjam.
Mengapa kegiatan ini yang didorong? Hal ini dikarenakan dua hal, yaitu Bina Swadaya melihat uang adalah alat pendidikan yang efektif untuk masyarakat terutama yang miskin; Simpan pinjam adalah alternatif pembiayaan bagi orang miskin mengingat lembaga keuangan formal pada umumnya tidak bisa melayani mereka. Kegiatan simpan pinjam yang dilakukan kelompok dikembangkan sehingga menjadi usaha bersama yang umumnya berskala mikro. Pengalaman mendampingi usaha mikro ternyata memperlihatkan bahwa kebutuhan utama mereka adalah pelayanan keuangan. Ketika persoalan akses terhadap pelayanan keuangan dapat terselesaikan, berbagai jenis pelayanan lain menjadi kebutuhan, seperti bahan baku dan pemasaran. Untuk itu, sejak awal Bina Swadaya terus menerus mengembangkan berbagai metode pembiayaan alternatif bagi kelompok. Setidaknya terdapat tiga model pembiayaan yang pernah dicoba oleh Bina Swadaya, yaitu:
- pembiayaan dari dan oleh orang miskin,
- pembiayaan untuk orang miskin,
- pembiayaan dengan orang miskin.
Pembiayaan dari dan oleh orang miskin:
pada dasarnya adalah pengembangan dari tradisi masyarakat seperti arisan dimana berbagai kelompok masyarakat didorong untuk mengembangkan sendiri lembaga keuangan. Bina Swadaya mendampingi dalam aspek manajemen dan bantuan teknis sehingga lembaga keuangan yang dimiliki masyarakat dan pelayanan oleh masyarakat sendiri dapat berkembang. Pada beberapa wilayah kelompok yang didampingi telah memiliki dana senilai ratusan juta rupiah dan bahkan dapat memberikan pelayanan keuangan diluar anggotanya.
Pembiayaan untuk orang miskin:
dilakukan oleh Bina Swadaya baik dalam bentuk bank maupun non bank. Dalam bentuk bank, Bina Swadaya memanfaatkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 38/Oktober 1998 yang memungkinkan bagi sebuah yayasan untuk mendirikan bank. Bina Swadaya menerapkan pelayanannya melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang diharapkan dapat memberikan pelayanan keuangan kepada orang miskin. Harapan tersebut ternyata salah. BPR yang diwajibkan memenuhi aturan Bank Indonesia tidak dapat menjangkau orang miskin. Yang dapat mereka jangkau adalah pengusaha kecil dan menengah. Dalam bentuk non bank, Bina Swadaya mencoba mengembangkan lembaga keuangan mikro (LKM) untuk melayani kelompok. Hal ini ternyata tidak mudah mengingat kegiatan “mengelola” keuangan dan “memberdayakan” LKM memerlukan kompetensi yang berbeda. Saat ini Bina Swadaya sedang mencoba mengembangkan pendekatan ini dengan mempelajari sistem ASA (Bangladesh).
Pembiayaan dengan orang miskin:
oleh Pusat Pengembangan Keuangan Mikro (PPKM) yang merupakan nama baru dari Lembaga Pengembangan Usaha Mikro (LPUM) setelah sebelumnya mengganti LPUB. PPKM membawahi wilayah Bina Swadaya yang disebut “gugus wilayah” yang tersebar di 25 lokasi di seluruh Indonesia. Kegiatan Guswil tersebut adalah memberikan pelayanan keuangan mikro melalui kelompok-kelompok swadaya masyarakat dan memberikan pendampingan bagi pengembangan kelompok tersebut. Pelayanan keuangan ini dilaksanakan dalam kerja sama dengan lembaga keuangan formal setempat seperti BPR, bank umum maupun koperasi.
Mekanisme yang terjadi dalam kegiatan dibidang pengembangan keuangan mikro ini juga melibatkan unsur penciptaan laba yang didasarkan pada perhitungan ekonomi yang saling menghidupi satu sama lain. Prosesnya terjadi manakala kelompok swadaya masyarakat membayar angsuran pengembalian disertai bunga yang telah ditetapkan. Sekian persen dari bunga yang dibayarkan akan dialokasikan bagi uang jasa pelayanan yang dilakukan oleh Guswil melalui pendamping- pendampingnya. Dengan mekanisme ini diharapkan Guswil dapat mendanai kegiatan operasionalnya sendiri, disamping berhak melakukan usaha-usaha mandiri lainnya guna menunjang keberlanjutan pendanaan.
Ringkasan kiprah pelayanan keuangan mikro yang dilakukan oleh Bina Swadaya
- Aktivitas menabung dan kredit oleh KSM.
- Tabungan dan Kredit Setiakawan.
- Pola Hubungan Bank dan KSM (1987-2001).
- Bank Perkreditan Rakyat (1994).
- Koperasi Bina Masyarakat Mandiri (1998).
- Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia (2000).
- Replikasi pelayanan keuangan mikro model ASA (2003).
- PT. Dana Mitra Swadaya (2008).